get app
inews
Aa Read Next : Puluhan Pedagang Pasar Proklamasi Pindah ke Lahan RTH, DLH : Pembangunan RTH Tetap Berjalan!

Pemerintah Langgar Kesepakatan dengan Pedagang Pasar Rengasdengklok

Senin, 05 Desember 2022 | 10:41 WIB
header img
Pedagang Pasar Rengasdengklok menagih janji dua dari sembilan poin kesepakatan antara Pemerintah Daerah dengan PT Kaliwangi Dharma Adikara. Menurut pedagang, perjanjian tersebut masih berlaku. (Faizol Yuhri)

KARAWANG, iNewsKarawang.id - Pedagang Pasar Rengasdengklok menagih janji dua dari sembilan poin kesepakatan antara Pemerintah Daerah dengan PT Kaliwangi Dharma Adikara. Menurut pedagang, perjanjian tersebut masih berlaku. 

Perwakilan IPPR (Ikatan Pedagang Pasar Rengasdengklok) Ade Dedi Suhandi menuturkan, perjanjian itu berawal dari peristiwa kebakaran Pasar Rengasdengklok yang terjadi tahun 1999. Bupati ketika itu memberi izin untuk membangun sementara pasar di lokasi kebakaran. Pembangunan kembali pasar dilakukan secara swadaya memakai uang pedagang pasar. Pedagang di kemudian hari menuntut Pemda memberi kompensasi atas bangunan ini. 

Tahun 2003, di era Bupati Achmad Dadang, bergulir rencana relokasi pedagang. Singkat cerita, pemerintah melalui usulan perwakilan pedagang membeli lahan seluas kurang lebih 5 hektare. Pedagang pasar, PT Kaliwangi, dan Pemda Karawang berunding. Perundingan ini menghasilkan sembilan poin. 

Sembilan poin perundingan itu, kata Ade, tercantum dalam SK Bupati Achmad Dadang. 

Sembilan poin itu yaitu: dibuatkan jalan dua jalur, dibuatkan jembatan, dibuatkan jalan lingkar minimal lima meter, membuat sub terminal, pengelolaan masjid dan WC umum diserahkan ke organisasi bentukan pedagang, harga jual dihitung berdasarkan kelas dan per meter persegi, kepindahan pedagang adalah pindah bersama (relokasi) dengan kewajiban membayar angsuran pertama untuk bulan pertama, bekas pasar lama dijadikan RTH (Ruang Terbuka Hijau), dan Pemda mengganti bangunan pasar lama yang berjumlah 758 unit sebesar 20 persen dari harga pasar baru yang diterima PT Kaliwangi sebagai DP (uang muka). 

Pedagang mengklaim Pemda mengabaikan dua perjanjian. Yaitu soal harga kios dan biaya kompensasi yang tidak diterima pedagang pasar. Pedagang meminta harga beli kios diturunkan karena terlalu mahal. 

“Tahun 2006 peletakan batu pertama. Tahun 2007 sudah tidak ada lagi permasalahan sampai PT Kaliwangi kabur. (Soal ini) saya tidak tahu, tidak ada yang menyampaikan ke IPPR. Pemda juga tidak pernah menyampaikan apa pun,” terang Ade. 

Masalah baru datang di tahun 2017. PT VIM (Visi Indonesia Mandiri) tiba-tiba mendatangi pedagang pasar untuk melakukan sosialisasi. 

“Di sana kami tanya (ke PT VIM), ‘pak ini melanjutkan PT Kaliwangi?’, dia jawab, ‘iya, melanjutkan dengan sistem take over’. Menurut dia (PT VIM) malah sudah dibayar ke PT Kaliwangi sebesar Rp6 miliar untuk biaya pengarugan. Yang saya dengar, tapi bukan pernyataan resmi. Kami tidak tahu apa-apa, tiba-tiba harga sudah tercantum,” sambungnya. 

Saat redaksi mengonfirmasi ke PT VIM, pihak perusahaan hanya menjawab singkat: Maaf lebih baik wawancara Pemda ya. 

Pada dasarnya, semua pedagang tidak menolak relokasi. Bahkan RTH yang rencananya akan dibangun di bekas Pasar Rengasdengklok merupakan usulan pedagang. Pedagang siap pindah karena memang pasar lama kondisinya sudah tidak layak. Namun, pedagang meminta pemerintah melobi PT VIM untuk menurunkan harga dan memberi kompensasi. 

“Kami siap pindah, tapi jangan terlalu membebani. Purwakarta saja mampu merelokasi gratis. Sekarang (Pemda) Karawang untuk menyelesaikan masalah pasar saja tidak mampu.”

Pedagang menuntut kompensasi karena bangunan di Pasar Rengasdengklok dibangun memakai uang pedagang. Sedangkan soal harga, pedagang minta harga kios dikembalikan ke awal sesuai NJOP (Nilai Jual Objek Pajak). 

“Karena jangka waktu 16 tahun ke sekarang itu kan lama. Mungkin ada kenaikan. Tapi kalau sekarang harganya sampai Rp19,5 juta per meter itu kemahalan,” imbuhnya. 

“Harga (kios) sudah selangit. Tidak terjangkau. Setan pun tidak bakal kebeli. Sedangkan NJOP di sana hanya Rp300 ribu per meter, yang di belakang cuma Rp100 ribu per meter,” sambungnya. 

Ade mengatakan, ada tiga jenis kios di Pasar Proklamasi. Ketiganya dibedakan berdasarkan ukuran dan lokasi. Namun harga ketiganya sama-sama tidak terjangkau kantong pedagang. 

Di bagian depan, kios berukuran 3x5 meter dijual per meternya Rp20,5 juta. Totalnya sekitar Rp300 juta. 

Di bagian belakang, kios 3x3 meter dijual per meternya Rp17,5 juta. Totalnya sekitar Rp150 juta. 

Kios di bagian pinggir dan tengah seluas 3x5 meter dijual per meternya Rp19,5 juta. Totalnya hampir Rp300 juta. 

Soal harga kios ini, redaksi juga belum mendapatkan konfirmasi dari PT VIM. 

Menurut pedagang, mestinya harga rata-rata tanah berikut bangunan di sana sekitar 5 sampai 7 juta per meter. Tidak sampai menyentuh angka belasan juta per meter. 

Pedagang juga mempermasalahkan soal relokasi setengah hati pemerintah. 

“Kata saya, (ini) penertiban yang tidak pakai logika. Bangunan (Pasar Proklamasi) juga belum selesai. Semestinya lihat dulu sebelum penertiban, bangunan di sana sudah selesai belum. (Kenyataannya) belum selesai. Bangunan ruko untuk tukang pakaian belum dibangun. Masa’ tukang pakaian disatukan dengan tukang daging, tukang bawang, sama tukang bakso. Ruko tukang pakaian satu pun belum dibangun. Sambil menunggu selesai pembangunan di sana, ayo berunding bersama-sama,” kata Ade. 

Ade juga mengkritisi cara pemerintah merelokasi pedagang satu per satu. Menurutnya, relokasi harus dilakukan bersamaan. 

“Kalau relokasi itu berbarengan. Sekarang kalau dibagi-bagi, relokasi dulu 100 orang, apa bakal laku di sana? Orang kan mempertahankan perut, sehari saja tidak jualan susah makan,” tutupnya.

Editor : Boby

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut