KARAWANG, iNewsKarawang.id - Drama keluarga dan manipulasi hukum mencapai puncaknya di Pengadilan Negeri Karawang, Rabu (20/11/2024). Kusumayati, ibu kandung yang seharusnya menjadi pelindung bagi anak-anaknya, justru divonis 1 tahun 2 bulan penjara karena terbukti memalsukan akta demi mengalihkan saham perusahaan milik mendiang suaminya, Sugianto.
Vonis yang dijatuhkan oleh Ketua Majelis Hakim Neni Andriani, didampingi hakim anggota Dedi Irawan dan Hendra Kusumawardana, ini lebih berat dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang hanya meminta hukuman 10 bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun.
Dalam persidangan, hakim menyatakan Kusumayati tidak hanya bertindak sendiri. Bersama dua anak tirinya, Dandy Sugianto dan Ferline Sugianto, terdakwa menggunakan dokumen palsu untuk mengalihkan saham PT EMKL Bima Jaya, perusahaan yang seharusnya diwariskan kepada saksi pelapor, Sthepanie, anak kandung dari terdakwa dan almarhum Sugianto.
Majelis hakim membeberkan sejumlah pertimbangan memberatkan dalam putusannya. Kusumayati dinilai tidak kooperatif, berbelit-belit, dan tidak mengakui perbuatannya selama persidangan.
Hakim juga menolak tuntutan percobaan dari JPU dengan alasan ancaman hukuman untuk kasus ini lebih dari lima tahun penjara.
“Pemalsuan akta seperti ini tidak bisa dianggap remeh karena merugikan hak orang lain. Dalam hal ini, korban adalah anak kandung terdakwa sendiri,” tegas Hakim Neni Andriani.
Zaenal Abidin, kuasa hukum Sthepanie, menyambut baik putusan majelis hakim. Ia menyebut keputusan tersebut telah mencerminkan rasa keadilan setelah 12 tahun saksi pelapor menghadapi tekanan dan ketidakadilan.
“Majelis hakim obyektif dan menggunakan hati nuraninya dalam memutus perkara ini. Terdakwa bahkan mencoba menggiring opini publik dengan framing dan penggalangan massa, tapi kebenaran tetap menang,” ujar Zaenal.
Zaenal juga mempertanyakan langkah Kejati Jabar jika memutuskan untuk mengajukan banding atas putusan yang lebih berat dari tuntutan jaksa.
"Biasanya jaksa banding kalau vonis lebih ringan dari tuntutan. Ini justru lebih berat, jadi kalau banding, apa dasarnya?” pungkasnya.
Editor : Frizky Wibisono