Sadidan mengungkapkan, proses pembuatan briket dilakukan dengan peralatan sederhana. Sekam dipanggang di wajan hingga berwarna hitam, lalu ditumbuk atau diblender bersama tepung tapioka. Setelah itu dikeringkan, baik di bawah sinar matahari maupun menggunakan oven agar lebih cepat.
Menariknya, ide ini awalnya muncul dari proposal yang sempat ditolak dalam ajang Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Namun, berkat semangat mahasiswa yang tetap ingin melanjutkan, proyek ini akhirnya berkembang dan berhasil menembus skema hibah internasional.
“Awalnya kami hanya didanai oleh inkubator bisnis Unsika. Lalu saya bilang, kenapa tidak coba ajukan ke level internasional? Ternyata diterima,” ungkap Sadidan.
Sementara itu, Koordinator Lapangan Brisma, Fawzy Muhammad Bayfurqon, S.P., M.P., menambahkan bahwa program ini tidak hanya berdampak dari sisi ekonomi, tapi juga lingkungan. Karawang sebagai lumbung padi menghasilkan limbah sekam dalam jumlah besar yang selama ini dibakar atau digunakan seadanya.
“Dengan inovasi ini, sekam yang semula dianggap limbah bisa jadi produk bernilai ekonomi. Petani bisa menjual briket ini sebagai penghasilan tambahan, sekaligus mengurangi limbah dan menciptakan sumber energi alternatif,” pungkasnya.
Editor : Frizky Wibisono
Artikel Terkait