Polemik Pajak MBLB Karawang, PUSTAKA: Tuduhan Pemerasan Menyesatkan!

KARAWANG, iNEWSKarawang.id – Polemik penagihan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang terhadap PT Vanesha Sukma Mandiri (VSM) kembali mencuat setelah muncul tuduhan bernuansa pemerasan. Namun, Pusat Studi Konstitusi dan Kebijakan (PUSTAKA) menilai tuduhan tersebut keliru dan berpotensi menyesatkan publik.
Direktur PUSTAKA, Dian Suryana, menegaskan penagihan pajak oleh Pemkab Karawang tidak bisa disamakan dengan tindak pemerasan sebagaimana diatur Pasal 368 KUHP.
“Pasal 368 jelas mensyaratkan adanya pemaksaan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, serta keuntungan pribadi yang melawan hukum. Dalam kasus ini, Pemkab bertindak dalam kerangka kewenangan fiskal, bukan untuk kepentingan pribadi. Jadi tidak ada dasar hukum menyebutnya pemerasan,” ujarnya, Rabu, (24/9/25)
Menurut informasi, PT VSM ternyata telah memiliki Surat Izin Pertambangan Batuan (SIPB) sejak Juli 2024. Dengan adanya izin resmi, perusahaan sah melakukan kegiatan usahanya, sekaligus wajib memenuhi kewajiban hukum, termasuk membayar pajak daerah.
“Kalau sudah punya izin resmi, otomatis kewajiban pajak melekat. Tidak bisa kemudian ketika ditagih, malah ada yang menganggap sebagai pemerasan,” jelasnya.
Menurutnya, surat yang dikeluarkan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Karawang juga secara tegas merujuk pada dasar hukum pajak daerah, diantaranya Peraturan Bupati Nomor 31 tahun 2024 tentang tata cara pemungutan Pajak Daerah pada Pasal 22 ayat 6, UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah.
“Jadi penagihan ini bukan tindakan sepihak, melainkan perintah undang-undang,” kata Dian.
Ia mengungkapkan, dalam praktiknya informasinya Pemkab Karawang bahkan telah memberikan diskresi berupa skema pembayaran berjenjang agar PT VSM bisa menyesuaikan kewajiban pajak dengan kondisi usaha. Namun, saat penagihan berlangsung sempat terjadi perlawanan sebelum akhirnya pembayaran dilakukan.
“Itu bukti bahwa Pemkab menjalankan kewenangannya sesuai prosedur. Kalau pajak tidak ditagih, justru menimbulkan risiko kebocoran PAD,” tegasnya.
Dian menambahkan, karena pajak daerah termasuk dalam kategori keuangan negara, maka kebocoran penerimaan pajak berpotensi menimbulkan permasalahan hukum baru.
“UU Tipikor Pasal 2 dan Pasal 3 memberi batasan jelas, bahwa pembiaran atau kelalaian dalam mengamankan penerimaan negara bisa berdampak hukum serius. Karena itu, penagihan pajak oleh Pemkab Karawang bukan hanya tepat, tetapi juga wajib,” ujarnya.
Dian menegaskan bahwa pajak merupakan instrumen pembangunan daerah.
“Kalau pemerintah tidak menagih, justru itu keliru. Langkah Pemkab Karawang sudah tepat dan harus didukung,” pungkasnya.
Editor : Frizky Wibisono