Dijelaskan, hematnya dalam wacana revisi UU Desa tidak hanya berfokus pada masalah perpanjangan masa jabatan, akan tetapi hal yang sangat krusial seperti fenomena politik uang (money politic) pada saat pemilihan kepala desa (Pilkades). Ditegaskannya, maraknya fenomena politik uang saat Pilkades menjadi salah satu penyebab cost politic calon kades menjadi besar. Secara tidak langsung menjadi beban ketika calon kepala desa terpilih saat menjabat, sehingga memperbesar peluang potensi korupsi.
"Praktik politik uang di Pilkades harus disikapi serius. Supaya kualitas pesta demokrasi di tingkatan desa lebih bermartabat,"katanya.
Dijelaskan, fenomena money politic saat Pilkades menjadi marak lantaran tidak ada aturan yang secara tegas (lex stricta) dan jelas (lex certa) mengatur soal perbuatan tersebut. Karena Pasal 149 KUHP lama tidak bisa digunakan sebagai landasan yuridis untuk menjerat pelaku money politic di Pilkades. Selain sudah ada pembaharuan KUHP, aturan tersebut tidak secara jelas dan tegas mengatur perbuatan money politic di Pilkades.
Maka dari itu, pada saat revisi UU Desa nanti pihaknya mengusulkan agar money politic harus dikriminalisasi menjadi perbuatan pidana. Selain sanksi penjara juga berakibat didiskualifikasinya calon bila terbukti money politic dan terpilih. Dengan harapan, kriminalisasi perbuatan money politic di Pilkades menjadi perbuatan pidana, salah satu ikhtiar mewujudkan Pilkades bersih, berbiaya ringan (bagi calon), meminimalisir konflik horisontal, terpilih kades yang berintegritas dan tidak ada politik uang. Sehingga menjauhkan kades dari perbuatan korupsi.
"Revisi UU Desa nanti menjadi momentum, bukan hanya memikirkan perpanjangan masa jabatan. Tapi mewujudkan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa dan pemerintahan desa yang terbebas dari korupsi,"pungkasnya.
Editor : Boby