Mengakar di Pesisir: Prof. Abu Bakar Resmi Sandang Guru Besar Unsika Lewat Riset Mangrove

Gelar Maulana Media
Mengakar di Pesisir: Prof. Abu Bakar Resmi Sandang Guru Besar Unsika Lewat Riset Mangrove. Foto : iNewskarawang.id/Gelar Maulana Media

KARAWANG, iNEWSKarawang.idPengukuhan Prof. Dr. Abubakar, M.P., sebagai guru besar Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika) pada puncak Dies Natalis ke-11 bukan sekadar seremoni akademik. Di balik toga kehormatan itu, tersimpan perjalanan panjang riset, pengabdian, dan kepedulian terhadap lingkungan pesisir Utara Karawang serta masyarakat yang menggantungkan hidup di sekitarnya.

Lahir di Bima, Nusa Tenggara Barat pada 31 Desember 1960, Prof. Abubakar meniti pendidikan Sarjana (S1) nya di Universitas Mataram (UNRAM) pada tahun 1984 dalam bidang Sosial Ekonomi Pertanian (Ekonomi Pertanian).

Sementara Magister (S2) diselesaikan di Universitas Gadjah Mada (UGM )pada tahun 1997, berfokus pada Ekonomi Pertanian/Agribisnis, lalu Doktor (S3) beliau menamatkan studi dari Insitut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2007, mendalami Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut. 

Selama puluhan tahun, ia mengarahkan penelitian pada perikanan, budidaya, hingga pemanfaatan hasil pesisir. Salah satu karya ilmiah yang menguatkan jalan menuju jabatan profesor adalah inovasi pengolahan buah mangrove menjadi produk konsumsi dan kesehatan. 

Riset tersebut bukan hanya dipublikasikan secara akademik, tetapi diterapkan bersama kelompok masyarakat di Karawang. Fokusnya tidak berhenti pada laboratorium, tetapi berkembang menjadi kerja lapangan yang melibatkan masyarakat pesisir dan pelestarian mangrove.

"Penelitian saya bukan hanya budidaya bandeng, tapi juga mangrove. Karya ilmiah tentang pemanfaatan buah mangrove itu yang menjadi salah satu dasar saya dikukuhkan sebagai guru besar,” ungkap Prof. Abubakar, Senin (6/10/2025).

Selama ini, mangrove sering dipandang hanya sebagai pelindung pantai atau habitat biota laut. Prof. Abu Bakar melihat peluang berbeda. Ia mengembangkan pemanfaatan mangrove jenis pidada bersama masyarakat pesisir di Dusun Tangkolak, Desa Sukakerta, Cilamaya Wetan, Karawang.

Dari riset itu lahir berbagai produk turunan seperti dodol, sirup, sabun, dan olahan kesehatan lainnya. Meski ketersediaan buah mangrove lokal terbatas, ia bersama kelompok binaan menjalin kerja sama antarwilayah untuk memastikan keberlanjutan bahan baku.

"Buah mangrove di Karawang ini terbatas, jadi kadang kami ambil juga dari daerah lain. Tapi produk-produknya mulai dijual dan paling banyak dibeli wisatawan,” ujarnya.

Inovasi itu berdampak langsung terhadap ekonomi warga. Produk mangrove kini menjadi buah tangan wisatawan yang berkunjung ke daerah pesisir. Prof. Abu Bakar menegaskan, potensi ekonomi mangrove jauh lebih luas dari yang selama ini dibayangkan.

Dalam berbagai forum, ia kerap menyinggung bagaimana daerah lain bisa mengembangkan mangrove sebagai destinasi wisata edukasi dan ekonomi rakyat. Salah satu contoh yang ia sebut adalah Kendari, yang mengintegrasikan ekowisata dengan pemberdayaan masyarakat.

Menurutnya, Karawang memiliki modal besar untuk mengembangkan konsep serupa. Letaknya yang dekat dengan Jakarta dan wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) menjadi nilai strategis.

"Karawang dekat dengan Jakarta dan Jabodetabek. Orang kota butuh wisata alam yang dekat. Kalau akses diperbaiki, fasilitas ditambah, wisata mangrove bisa hidup,” tuturnya.

Selain buah, bagian mangrove lainnya juga bisa diolah menjadi produk bernilai. Kayunya dapat dimanfaatkan untuk bangunan tradisional, sementara daunnya berpotensi sebagai bahan pewarna alami.

Perjalanan akademik Prof. Abu Bakar tidak hanya dihiasi karya lapangan, tetapi juga publikasi ilmiah dan kerja sama internasional. Ia menulis sejumlah penelitian tentang budidaya perikanan, ekologi pesisir, serta teknologi pengolahan hasil laut. Banyak di antaranya dipresentasikan di forum nasional maupun internasional.

Keterlibatannya dalam pendampingan masyarakat membuat risetnya tidak berhenti di jurnal. Ia membangun jaringan kolaborasi dengan pemerintah daerah, kelompok nelayan, hingga perguruan tinggi lain. Pendekatan yang ia bangun selalu menekankan keberlanjutan lingkungan dan manfaat ekonomi.

Pengukuhannya sebagai profesor pada momen Dies Natalis ke-11 Unsika menjadi peneguhan atas kontribusinya bagi ilmu pengetahuan dan pemberdayaan masyarakat pesisir. 

Selain memperkuat posisi akademiknya, capaian tersebut memberi inspirasi bagi sivitas kampus untuk lebih dekat dengan persoalan lingkungan dan sosial di daerah.

Dengan gelar profesor yang kini resmi disandangnya, Prof. Dr. Abu Bakar, M.P. melangkah sebagai simbol ilmuwan yang membumi, mengikat pengetahuan akademik dengan denyut kehidupan masyarakat pesisir.

Prof. Abu Bakar menyadari tantangan ke depan tidak ringan. Ia berharap riset mangrove dan pesisir tidak berhenti di laboratorium atau ruang sidang senat.

"Saya berharap penelitian ini bisa diteruskan pemerintah dan generasi muda. Potensi mangrove itu besar, bukan hanya untuk lingkungan, tapi juga kesejahteraan masyarakat,” tutupnya.

Editor : Frizky Wibisono

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network