Meski pedagang diberikan keringanan berupa cicilan kios, namun keresahan pedagang bukan soal cicilan. Tapi lebih kepada harga kios yang terlalu mahal. Pipik meminta pengembang dan pemkab tidak mengesampingkan harga rata-rata tanah dan properti di Rengasdengklok.
Pipik juga mengkritisi ketidakkonsistenan soal kebijakan ruang terbuka hijau (RTH) yang jadi salah satu alasan relokasi pedagang.
"RTH ini bertolak belakang dengan kenyataan di lapangan. Kalau sekelas PT KAI bicara RTH, cobalah kroscek lahan di Karawang banyak milik KAI, itu tadinya RTH tapi sekarang (jadi) bangunan ruko di mana-mana. Bahkan di depan kantor PUPR, kalau tidak salah, saya lihat ada bangunan baru. Oke Rengasdengklok mau dibikinkan RTH, tapi di satu sisi RTH (yang sudah ada) dijadikan bangunan-bangunan. Itu sudah tidak komitmen terhadap pembangunan Karawang," katanya.
Pemkab juga harus memperhatikan lahan pasar Rengasdengklok yang sebagiannya dimiliki PT KAI. Ketika dilakukan relokasi pasar, pemkab harus berkomunikasi dengan PT KAI sebagai pemilik lahan.
Pipik menambahkan, PT KAI sebagai pemilik tanah punya hak untuk merelokasi sebagian pedagang pasar Rengasdengklok. Namun di sisi lain, PT KAI harus menegaskan komitmennya kepada para pedagang yang dipindahkan.
"Saya dukung Rengasdengklok rapi, bersih. Karena kan (itu) daerah saya. Saya lihat puluhan tahun Rengasdengklok terbengkalai dan kumuh, tapi kok baru sekarang (ada wacana RTH)? Harusnya dari dulu diobrolin," tutupnya.
Editor : Boby
Artikel Terkait