Menurut keterangan, umat muslim yang mendirikan tersebut merupakan kelompok Pangeran Jayakarta yang ikut berjuang melawan penjajah Belanda. Akan tetapi di situ tertulis, Pangeran Jayakarta beserta rombongan pergi meninggalkan masjid tersebut lantaran pindah ke wilayah Jatinegara Kaum, Jakarta Timur.
Selain itu, nama dari masjid tersebut bernama Masjid Kandang Kuda karena berada di perkampungan tukang sado kala itu. Kemudian berubah menjadi Masjid Jami Kampung Melayu sehingga menjadikan nama yang sama untuk wilayah sekitar hingga ke Jakarta Timur.
Adapun pemberian nama Kampung Melayu tersebut, berdasarkan keterangan, mengartikan sebagai kampung pelarian.
Konon kabarnya, nama Kampung Melayu diambil dari bahasa Jawa, melayu yang artinya lari atau pelarian. Jadi masjid dan nama daerah ini berartikan tempat pelarian," lanjut tulisan keterangan tersebut.
Pemberian nama Al-Atiq berdasarkan kesepakatan pengurus masjid pada 1949. Nama Al-Atiq diartikan sebagai kemerdekaan karena pada 27 Desember 1949, adanya peristiwa Konferensi Meja Bundar (KMB) yang dihelat menegaskan penyerahan kedaulatan oleh pemerintah Belanda kepada Indonesia.
Baru setelahnya, pada tahun 1970-an, Gubernur Ali Sadikin meresmikan nama Masjid Jami Al-Atiq hingga sekarang. Peresmian oleh Ali Sadikin tersebut juga dibarengi dengan pemugaran yang dibantu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan anggaran Rp 3.500.000 saat itu.
Editor : Frizky Wibisono