KARAWANG, iNewskarawang.id - Suasana duka menyelimuti Dusun Daringo, Desa Pangulah Selatan, Kecamatan Kota Baru, Karawang, setelah kecelakaan tragis di rel kereta api KM 88 menewaskan empat orang.
Salah satu saksi mata, Reban (66), pemilik warung di dekat lokasi kejadian, menyebutkan kejanggalan yang terjadi sebelum insiden tersebut.
Sahaman, salah satu korban yang biasanya aktif sebagai pengatur irigasi desa, terlihat berdiam diri di rel kereta api, sesuatu yang tidak pernah dilakukannya sebelumnya.
"Demi Allah, biasanya dia langsung ke warung untuk ngopi, nggak pernah duduk di rel kereta. Tapi hari itu, dia malah duduk di sana," Ungkap Reban kepada reporter iNewskarawang.id, Senin,(23/9/2024).
Reban bersama istrinya sempat memanggil Sahaman untuk mengajak ngopi di warung mereka, namun ajakan itu ditolak.
"Kita panggil, 'Sini ngopi,' tapi dia bilang 'nanti.' Nggak lama setelah itu, Anita Andini (37), Muhamad Alikhasan (7), dan Ted Alfarizi (7) melintas di rel." Katanya.
Menurut Reban, kecelakaan terjadi begitu cepat. Dua kereta melintas dari arah berlawanan, sementara korban tampak melambaikan tangan ke kereta yang lewat.
"Mereka dadah-dadah, tapi nggak sadar ada kereta lain yang juga melintas dari jalur berbeda. Akhirnya mereka tertabrak," Jelasnya.
Tragisnya, Ted Alfarizi yang baru berusia tujuh tahun terseret oleh kereta hingga Patokbeusi, Subang. Reban menyebut bahwa korban lain, termasuk Anita dan Alikhasan, ditemukan terkapar di lokasi kejadian.
Peristiwa ini meninggalkan duka mendalam bagi warga sekitar. Putra Anita yang juga berada di lokasi kecelakaan lari ke warung sambil menangis histeris memanggil ibunya.
"Anak korban yang pakai baju merah lari sambil teriak-teriak, manggil ibunya yang sudah nggak bisa diselamatkan," Tambah Reban.
Sementara itu, informasi yang berhasil dihimpun reporter iNewskarawang.id, Kecelakaan di rel kereta KM 88 ini bukan yang pertama kali terjadi. Lokasi ini sering menjadi tempat warga sekitar nongkrong dan selfie, meskipun sering kali berakhir tragis.
Bahkan, rel ini pernah menjadi saksi anjloknya kereta api pada tahun 1982, menguatkan kesan angker dan berbahaya di kalangan warga setempat.
Editor : Frizky Wibisono