JAKARTA, iNewsKarawang.id - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa di tahun 2023 hingga 2024, tensi geopolitik masih tinggi. Sejak awal 2023, tensi geopolitik terus memanas.
"Tantangan geopolitik jangka menengah panjang juga tinggi, baik dari global political power shift, maupun dari kebijakan pengendalian emisi karbon," ujar Sri dalam Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat 2023 secara virtual di Jakarta, Kamis (6/4/2023).
Selain itu, Sri menilai bahwa EU Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) bisa berdampak negatif pada industri atau sektor tertentu di negara berkembang, seperti semen, aluminium, besi baja, kimia, dan yang lainnya.
Bahkan, US Inflation Reduction Acts (IRA) berpotensi mempertajam kompetisi subsidi terkait green economy, termasuk dengan Eropa. Hal ini dapat menjadi ancaman bagi negara dengan keterbatasan modal dan teknologi hijau, termasuk Indonesia.
"Kalau dilihat dari judul legislasinya atau Undang-Undang (UU)-nya, sepertinya fokusnya menurunkan inflasi di AS. Namun konten dari legislasi itu sangat jelas untuk melakukan deglobalisasi, meng-onshorekan, atau mengembalikan semua investasi ke AS sehingga AS tidak tergantung kepada negara seperti China yang selama ini hubungan perdagangan dan investasinya sangat luar biasa," jelasnya.
Dua raksasa ekonomi ini, sebut dia, akan sangat mempengaruhi bagaimana arus modal bergerak. Karena tidak lagi ditetapkan oleh hanya insentif ekonomi, namun juga insentif dari sisi keamanan.
"Dan itu diberikan subsidi yang luar biasa. Makanya itu nanti Pak Bahlil bisa mengatakan, 'konstelasi untuk menarik investasi di dalam geopolitik ini juga harus diperhatikan', karena ini adalah fakta yang harus dihadapi," ucap Sri.
Dengan situasi ini, Sri menyimpulkan maka seluruh perhitungan terhadap ketidakpastian menjadi berubah. "Geopolitik menjadi dominan," tandasnya.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta