JAKARTA, iNewsKarawang.id - Salah satu kewajiban umat Islam di bulan suci Ramadhan adalah membayar zakat. Hal ini harus ditunaikan sebelum pelaksanaan Sholat Idul Fitri pada tanggal hijriah 1 Syawal.
Mengutip dari Tebuireng Online, Sabtu (23/5/2020), zakat fitrah wajib dibayarkan oleh mereka yang mampu dan disalurkan kepada mustahiq atau ashnaf tsamaniyah (delapan golongan yang berhak menerima zakat).
Dalil tentang kewajiban membayar zakat fitrah salah satunya berdasarkan riwayat Ibnu Umar:
فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم زكاة الفطر من رمضان صاعا من تمر أو صاعا من شعير
“Rasulullah mewajibkan zakat fitrah di bulan Ramadan, satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum,” (HR Bukhari Muslim)
Lalu yang menjadi pembahasan adalah adanya sebagian orang membayar zakat fitrah menggantinya dengan uang. Bagaimana hukumnya?
Mayoritas ulama yakni kalangan Syafiiyyah, Malikiyyah, dan Hanabilah tidak memperbolehkan mengganti zakat fitrah dengan uang.
Dalil yang digunakan yakni:
1. Hadits Ibnu Umar yang telah disebutkan di atas. Menurut pendapat ini, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mewajibkan jenis-jenis makanan tersebut. Apabila diganti dengan uang, dinilai sudah menyalahi perintah.
2. Para sahabat tidak mengeluarkan zakat fitrah selain dalam bentuk bahan makanan pokok. Oleh karena itu yang dikeluarkan haruslah bahan makanan pokok.
3. Zakat fitri adalah ibadah fardu dari jenis tertentu (jins mu’ayyan), maka tidak bolek mengeluarkan dalam jenis yang lain, sebagaimana tidak boleh mengeluarkannya di waktu yang lain.
4. Mengeluarkan zakat fitrah adalah bagian dari syiar, maka jika diganti dengan uang akan menyembunyikan syiar itu dan tidak tampak lagi.
Sementara mazhab Hanafiyyah berpendapat bahwa mutlak diperbolehkan mengganti zakat fitrah dengan uang. Dalil yang digunakan adalah:
1. Pada hakikatnya yang wajib ialah mengayakan (ighna’) fakir miskin, maka dengan uang tujuan itu bisa lebih tercapai.
2. Pada dasarnya sedekah ialah dengan harta. Harta ialah apa yang kita miliki. Sementara sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam di atas hanya untuk mempermudah (taisir), bukan membatasi (hashr).
3. Pada zaman dahulu, para sahabat mengeluarkan zakat fitrah dalam bentuk makanan, karena bila diberikan dalam bentuk mata uang, fakir miskin akan kesulitan. Pada masa itu distribusi uang belum terlalu banyak sehingga lebih baik diberikan dalam bentuk makanan agar dapat langsung dimanfaatkan.
4. Melestarikan kemaslahatan merupakan bagian dari pokok syariat. Selama maslahat itu berjalan, maka syariat tidak mempermasalahkan.
Editor : Frizky Wibisono