Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian), Airlangga Hartarto menyebutkan, rasio utang luar negeri Indonesia berada di level yang aman, bahkan relatif rendah dibandingkan beberapa negara asia, antara lain Thailand hingga Jepang.
Pernyataan itu, disampaikan saat memberikan keynote speech pada acara Penganugerahan Bisnis Indonesia Award 2022 dengan tema “Bangkit pada Tahun Perubahan” di The Ritz-Carlton Mega Kuningan, Jakarta, Senin (15/8/2022).
"Utang luar negeri Indonesia secara keseluruhan pada Mei 2022 telah menurun di angka 406,3 miliar dolar AS atau 33,7 persen dari PDB, atau turun 3,8 miliar dolar AS dibanding April 2022 yang mencapai 410,1 miliar dolar AS,"papar Menko Airlangga.
Dijelaskannya, utang pemerintah masih berada di level yang relatif rendah, yakni di kisaran 40,3 persen dari GDP, lebih rendah dibandingkan sejumlah negara yang melampaui angka 50 persen bahkan mencapai 200 persen dari GDP.
"Persentase tersebut masih terbilang rendah jika dibandingkan dengan negara lain seperti Thailand yang menyentuh 53,7 persen, India 56,3 persen, Amerika Serikat 128,9 persen, dan Jepang 229,1 persen," jelas Menko Airlangga.
Saat ini, lanjutnya, perekonomian global tengah dihadapkan pada tantangan yang disebut dengan The Perfect Storm atau 5C yaitu Covid-19, Conflict Rusia-Ukraina, Climate Change, Commodity Prices, dan Cost of Living.
Di tengah berbagai tantangan global tersebut, perekonomian Indonesia pada Q2-2022 mampu tumbuh secara impresif di angka 5,44 persen. Kinerja positif ini juga didukung dengan tingkat inflasi yang relatif terkendali, dimana inflasi Indonesia per Juli 2022 mencapai 4,94 persen, lebih baik dibandingkan negara lain seperti Jerman (7,5 persen) ataupun Perancis (6,1 persen).
Dalam menghadapi The Perfect Storm, banyak negara merespon dengan melakukan pelarangan ekspor komoditas pangan esensialnya dan melakukan pengetatan kebijakan moneter.
Kondisi ini kemudian meningkatkan risiko terjadinya stagflasi dan jika berkelanjutan, akan dapat memicu resesi global. Namun, peluang Indonesia untuk mengalami resesi relatif lebih kecil dibandingkan negara lainnya.
Editor : Boby