KARAWANG, iNEWSKarawang.id – Jejak sejarah transportasi masa lalu peninggalan zaman kolonial Belanda masih bisa ditemui di Karawang, salah satunya Stasiun Kereta Uap Rawagempol yang berlokasi di Kampung Pelem, Desa Tirtasari, Kecamatan Tirtamulya, Karawang.
Bangunan Stasiun peninggalan Belanda tersebut menjadi saksi bisu transportasi kereta uap yang pernah menghubungkan daerah Cikampek hingga Wadas pada era kolonial Belanda hingga berhenti beroperasi pada tahun 1970 an.
Adang (70), warga Kampung Pelem, Desa Tirtasari, Kecamatan Tirtamulya, masih mengingat betul masa-masa saat kereta uap itu beroperasi. Ia yang lahir tahun 1956 sudah merasakan naik kereta sejak masih duduk di bangku sekolah dasar (SD).
"Dulu ada tiga trip, berangkat subuh jam 5, siang, dan sore. Kalau penumpang sepi, kadang cuma dua kali jalan,” kenangnya, Sabtu (6/9/2025).
Stasiun Rawagempol saat itu termasuk stasiun besar. Selain mengangkut penumpang, kereta uap juga menjadi transportasi utama hasil pertanian, terutama padi.
"Zaman dulu panen setahun sekali, padi masih gedengan (bertangkai panjang) dipotong pakai ani-ani. Habis panen, padi diangkut ke stasiun buat dibawa ke Cikampek,” ujarnya.
Perjalanan kereta uap dari Cikampek ke Stasiun Rawagempol memakan waktu sekitar dua jam dengan beberapa pemberhentian, seperti di Pawarengan, Cibarengkok, Caplek, dan Karang Sinom.
Jalur berakhir di Stasiun Wadas. Adang masih ingat nomor seri lokomotif yang pernah berjaya, di antaranya 1004, 1008, 1011, dan 1001. "Yang paling kencang itu nomor 1011,” katanya.
Kereta uap pada awalnya menggunakan kayu bakar, namun dari masa ke masa berganti batubara. Bentuk gerbong pun sederhana, hanya tiga gerbong penumpang dengan bangku panjang saling berhadapan, mirip mobil patroli polisi, dan satu gerbong pengangkut padi.
Stasiun Rawa Gempol juga dilengkapi teknologi sederhana pada masanya, termasuk telepon putar dengan gagang terpisah yang ditempel di dinding. Namun, pada awal 1970-an, kereta uap mulai berhenti beroperasi.
Masyarakat yang mulai banyak menggunakan sepeda dan mobil membuat kereta dianggap tidak lagi ekonomis. Rel pun dibongkar, menyisakan bangunan stasiun yang hingga kini masih berdiri kokoh.
"Bangunan Belanda itu kuat, meski tanpa beton tetap awet kena hujan dan panas. Beda sama bangunan sekarang, ada yang belum dipakai sudah roboh,” tuturnya.
Dulu, menurut kesasksian Adang, stasiun Rawagempol sempat akan dibongkar, namun warga sekitar menolak dan ingin menjadikan bangunan tersebut sebagai salah satu cagar budaya.
"Masyarakat sekitar sih inginnya bangunan milik KAI tersebut dijadikan sebagai salah satu cagar budaya," harapnya.
Kini, Stasiun Rawagempol menjadi salah satu peninggalan sejarah kolonial Belanda di Karawang yang masih terawat berkat renovasi. Meski sudah tak lagi dilewati kereta, bangunan ini tetap menjadi penanda penting perjalanan sejarah transportasi di Karawang.
Editor : Frizky Wibisono
Artikel Terkait