KARAWANG, iNewskarawang.id - Politik uang, atau sering disebut 'uang cendol', merujuk pada praktik memberikan atau menjanjikan sesuatu, baik uang maupun barang, dengan tujuan memengaruhi pilihan seseorang dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Praktik ini bisa berupa upaya untuk membuat seseorang tidak menggunakan hak pilihnya, atau untuk memilih dengan cara tertentu sesuai keinginan pemberi.
Tindakan semacam ini merupakan pelanggaran dalam proses kampanye, dan biasanya dilakukan oleh simpatisan, kader, atau bahkan pengurus partai politik menjelang hari pemungutan suara.
Menanggapi praktik 'uang cendol' tersebut, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Karawang, KH Tajuddin Noor menyebut jika penerima dan pemberi uang atau barang dalam praktik itu akan menerima ganjaran neraka. Hal itu diungkapkanya ketika ditemui di Sekretariat PWI Karawang, Jumat,(22/11/2024).
"Jangan sampai jadi risywah, kita hanya mendapatkan uang berapa ratus ribu tapi ganjarannya neraka," kata KH Tajuddin Noor, Jumat,(22/11/2024).
Tambahnya, Ia juga menyarankan agar masyarakat lebih baik menolak pemberian 'uang cendol' itu. Sebab, katanya, belum tentu pemberi uang itu niat sedekah.
"Jadi kalau niatnya sedekah, boleh. Tapi kalau harus memilih salah satu paslon apalagi sampai menggoyang hati merubah pilihan kita, lebih baik ditolak saja. Baik itu dalam bentuk uang ataupun barang," terangnya.
"Kasian, untuk yang menerima dan pemberinya. Itu akan mendekam di neraka," tandasnya.
Editor : Frizky Wibisono
Artikel Terkait