JAKARTA, iNewsKarawang.id - Rapat gabungan yang diadakan oleh sekelompok orang dalam sebuah yayasan tanpa dihadiri oleh pendiri yayasan dianggap sebagai pelanggaran hukum, karena diduga ada upaya untuk menyingkirkan pendiri dari kepengurusan yayasan.
Hal ini terjadi pada Yayasan Perguruan Ksatrya Lima Satu yang berlokasi di Jalan Percetakan Negara, Jakarta Pusat.
Rapat gabungan kepengurusan yayasan yang seharusnya menurut UU Yayasan dilakukan setiap lima tahun sekali, ternyata dilaksanakan lebih awal oleh beberapa oknum pengurus yayasan tanpa mengundang dan memberitahu para pendiri yayasan. Menurut Pasal 28 ayat (4) UU Yayasan No. 16 Tahun 2001, Rapat Gabungan seharusnya dilaksanakan apabila yayasan tidak lagi mempunyai pembina, terutama jika kekosongan tersebut terjadi setelah berakhirnya masa kepengurusan dari pengurus dan pengawas pada tahun 2021 (masa kepengurusan 2016-2021).
Namun, rapat gabungan malah dilaksanakan pada tahun 2020, padahal masih ada dua pembina yayasan. Hal ini bertentangan dengan UU Yayasan. Oleh karena itu, melalui kuasa hukumnya, Rama dan Surya Partner, mereka menggugat Akta Notaris No. 1 mengenai Pernyataan Keputusan Rapat Koordinasi Gabungan Yayasan Perguruan Ksatrya Lima Satu di Pengadilan Negeri Karawang, karena notaris tersebut berada di wilayah hukum Karawang.
"Kami menggugat pembatalan Akta Notaris Yayasan Perguruan Ksatrya Lima Satu No. 1 Tahun 2020. Ini jelas merupakan produk hukum. Karena diduga ada sekelompok oknum organ yayasan yang berupaya untuk mengambil alih yayasan, saya juga menduga dengan terbitnya Akta Notaris No. 1 Tahun 2020 mengenai Pernyataan Keputusan Rapat Koordinasi Gabungan Yayasan Perguruan Ksatrya Lima Satu, para oknum tersebut mencoba menyingkirkan pembina secara halus. Apa urgensinya mengadakan rapat gabungan padahal pembina masih ada? Apakah karena banyaknya keuntungan yang bisa didapat jika menjadi pembina Yayasan Perguruan Ksatrya Lima Satu?" tegas kuasa hukum Yayasan Perguruan Ksatrya Lima Satu, Suryanata dalam keterangan tertulis Sabtu (22/6/2024).
Suryanata mengatakan Perlu diketahui bahwa Yayasan Perguruan Ksatrya Lima Satu didirikan pada tahun 1951 oleh (alm) RP. Soejono, anak dari RP. Soeroso, mantan Menteri Sosial era Presiden Soekarno. Setelah RP. Soejono meninggal, istrinya, Bu Soejono, menggantikan posisi sang suami sebagai pembina yayasan.
Seiring berjalannya waktu, Bu Soejono sering tidak mendapat laporan tentang kegiatan yayasan. Masalah semakin kompleks ketika para pengurus yayasan mengadakan Rapat Gabungan pada tahun 2020, hasil rapat tersebut disahkan oleh Notaris Karawang, Novita Sari, tanpa dihadiri oleh Bu Soejono yang tidak diundang karena dianggap sudah sepuh (saat ini usianya 87 tahun).
"Kami akan terus memperjuangkan hak yang dimiliki oleh Ibu Soejono. Ini masalah serius karena Yayasan Pendidikan yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa harus sejalan dengan Undang-Undang. Menjadi aneh jika Yayasan Pendidikan tersebut justru bertentangan dengan UU Yayasan. Kami mengedepankan hal itu dalam gugatan," tegas Rama Esa. N. Ayal, kuasa hukum keluarga Soejono.
"Gugatan ini murni atas inisiatif Bu Soejono, bukan karena pengaruh pihak lain atau keluarga," tambahnya.
"Gugatan sudah diajukan ke Pengadilan. Saya percayakan kepada Rama dan Surya sebagai kuasa hukum kami. Dan saya yakin bahwa kebenaran adalah di atas segalanya," jelas salah satu anggota keluarga yang tidak ingin disebut namanya mewakili pendiri Yayasan Perguruan Ksatrya Lima Satu, mengakhiri perbincangan.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait