get app
inews
Aa Text
Read Next : Solusi Sehat Mama Muda Nikita Willy, Masak Nasi Low Sugar dengan Rice Cooker Terbaru

Fenomena Anak Jadi Pelaku Pelecehan Seksual, DP3A Ingatkan Bahaya Lingkungan Terdekat

Rabu, 24 Desember 2025 | 08:43 WIB
header img
Kepala Bidang Lilis Kulsum. Foto : iNewskarawang.id/Nurul Rahma Amalia

KARAWANG, iNEWSKarawang.id – Fenomena anak yang justru menjadi pelaku pelecehan seksual terhadap perempuan, anak, hingga lansia menjadi perhatian serius di Kabupaten Karawang. Ironisnya, dalam banyak kasus, pelaku berasal dari lingkungan terdekat korban, seperti tetangga, kerabat, bahkan anggota keluarga sendiri.

Kepala Bidang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Perempuan dan Anak DP3A Kabupaten Karawang, Lilis Kulsum, menyebut perubahan pola kejahatan tersebut menunjukkan persoalan kompleks yang membutuhkan penanganan serius dan menyeluruh.

“Pada umumnya pelaku pelecehan bukan orang jauh, justru orang terdekat seperti tetangga, kerabat, bahkan saudara sendiri. Ini yang paling berbahaya,” ujar Lilis, Selasa (23/12/2025).

DP3A mencatat, sepanjang tahun 2024 terdapat 181 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Karawang. Sementara hingga tahun 2025, jumlah laporan yang masuk mencapai 161 kasus dan masih terus direkap hingga akhir tahun oleh UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA).

Menurut Lilis, salah satu faktor utama yang mendorong anak menjadi pelaku pelecehan adalah kekosongan emosional. Kondisi ini kerap dialami anak-anak yang menjadi korban kekerasan atau tumbuh tanpa perhatian orang tua akibat perceraian maupun konflik keluarga.

Selain itu, pengaruh lingkungan dan paparan konten tidak pantas dari media sosial dan tayangan digital turut memperburuk kondisi psikologis anak. Minimnya pendidikan tentang batasan tubuh, hak anak, dan perilaku menyimpang membuat anak tidak memiliki kemampuan menyaring perilaku yang salah.

“Anak yang tidak punya pendidikan soal ini tidak memiliki filter. Mereka tidak bisa membedakan mana yang pantas dan tidak pantas,” jelasnya.

Terkait kasus dengan pelaku anak, Lilis menyampaikan DP3A dan UPTD PPA tidak merinci data pelaku karena telah masuk ke ranah kepolisian dan sistem peradilan anak. Fokus utama DP3A adalah penanganan dan pemulihan korban.

“Untuk pelaku itu ranah aparat penegak hukum. Kami fokus pada korban, memastikan hak-haknya terpenuhi dan trauma mereka ditangani,” tegasnya.

Meski demikian, anak yang terbukti menjadi pelaku tetap diproses sesuai Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, dengan pendekatan pembinaan dan sanksi yang disesuaikan dengan usia serta tingkat perbuatan.

“Hukumannya berbeda dengan orang dewasa, umumnya separuh dari hukuman orang dewasa, dan ditentukan oleh hakim,” kata Lilis.

DP3A juga menolak keras penyelesaian kasus pelecehan seksual melalui jalur damai atau restorative justice, terutama jika menyangkut trauma korban. Menurut Lilis, penyelesaian dengan uang bukan solusi dan justru berpotensi memicu pengulangan kejahatan.

“Kalau diselesaikan dengan uang, korban traumanya panjang, sementara pelaku bisa mengulang lagi karena merasa semuanya bisa dibeli,” tandasnya.

DP3A menegaskan pencegahan dan perlindungan korban harus menjadi prioritas utama. Peran keluarga dan masyarakat dinilai sangat penting untuk memperketat pengawasan terhadap anak, terutama di tengah derasnya arus konten digital yang semakin sulit dikendalikan.

Editor : Frizky Wibisono

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut