Di Usia 90 Tahun, Abah Ade Masih Mengayuh Sepeda untuk Sekedar Sepiring Nasi Garam
 
              
             
             KARAWANG, iNEWSKarawang.id – Di usia senja, ketika sebagian besar orang menghabiskan hari tua dengan beristirahat, Ade Sanawi (90) seorang pemulung asal Karawang Timur justru masih mengayuh sepeda tuanya menyusuri jalanan Karawang sepanjang hari.
Dengan karung di belakang dan topi lusuh yang setia menemaninya, Abah Ade memunguti botol plastik, kardus, dan barang bekas lain untuk dijual ke pengepul.
 
                                                        Penghasilannya tak menentu, kadang hanya Rp15.000, kadang Rp20.000 atau Rp30.000 sehari.
"Kadang cuma cukup buat makan berdua," ucap Ade, sembari tersenyum, Selasa, (28/10/2025).
Bagi Ade dan istrinya yang berusia 84 tahun, satu piring nasi dengan garam sudah menjadi menu harian yang selalu ia syukuri.
 
                                                        "Yang penting bisa makan. Jika ada yang memberi lauk, terutama pada hari Jumat itu sudah seperti rezeki bagi saya," katanya tanpa keluh.
Setiap hari, selepas salat Subuh, Ade mulai bekerja. Ia keliling daerah Karawang, mulai dari daerah Karawang Timur, Karangpawitan, hingga Tanjungpura.
Jika lelah, ia kerap berhenti sejenak di pinggir jalan, di jembatan, ataupun di tepian ruko sambil mengistirahatkan kakinya yang kini mulai membengkak karena setiap hari mengayuh sepeda.
 
                                                        "Kalau capek ya begini (tertidur di trotoar jalan), tapi mau gimana lagi? Kalau nggak kerja, nggak makan," ujarnya sambil menahan rasa sakit di betis.
Rumah yang ia tinggali pun bukan rumah permanen. Ia menempati area tanggul dekat irigasi tepatnya di tanah milik pengairan.
"Kalau diusir ya pindah, bikin getek di tengah kali juga kan bisa,” tuturnya sambil tertawa kecil.
 
                                                        Ketika ditanya apa yang membuatnya tetap semangat di usianya yang hampir satu abad, Ade memberikan jawaban sederhana sembari memberikan sedikit pesan.
"Yang penting lapang dada saja. Hidup apa adanya. Yang penting jangan melanggar peraturan Allah. Jangan nyolong, jangan nipu, jangan judi. Hiduplah dengan ikhlas," jelasnya.
Ade bercerita, dulu ia pernah bekerja di salah satu proyek di bendungan Jatiluhur, Purwakarta pada tahun 1956. Namun, karena Paklaring dan ijazahnya hanyut terbawa banjir, Ade memutuskan untuk menjadi pemulung.
 
                                                        "Semua surat kerja sama ijazah saya hanyut kena banjir. Sejak itu ya sudah, saya memilih mulung saja. Tidak ada lagi yang bisa saya tunjukkan untuk cari kerja," katanya.
Meski kondisi hidupnya serba kekurangan, Ade selalu berusaha untuk tidak mengeluh. Baginya, kebahagiaan adalah saat melihat anak-anak dan cucu berkumpul di hari lebaran.
"Kalau anak cucu kumpul, ya sudah, itu hal yang paling membuat sata bahagia,”ucap Ade.
Meski hidup dalam keterbatasan, Ade selalu terlihat ceria. Namun, ia menyimpan harapan sederhana kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang yakni orang-orang seperti Ade dapat lebih diperhatikan.
"Harapan saya kepada Pemerintah, ada perhatian saja untuk orang seperti saya, saya tidak meminta rumah mewah, tidak meminta bantuan besar. Saya hanya ingin hidup tenang bersama istri, tanpa harus takut diusir dan tetap bisa makan sehari-hari," pungkasnya.
Editor : Frizky Wibisono
 
                          
                                      
                                      
                                      
                                      
                                      
                                      
                      
                                  
                                  
                                  
                                  
                                  
                                 