get app
inews
Aa Text
Read Next : Bapenda Karawang Luncurkan Fitur E-SPPT, Wajib Pajak Bisa Cetak SPPT Secara Mandiri

RDTR Karawang Mandek, Akademisi Hukum Minta Aparat Turun: Jangan Ada Proyek Tanpa Produk

Selasa, 07 Oktober 2025 | 14:49 WIB
header img
Akademisi Universitas Buana Perjuangan (UBP) Karawang, Gary Gagarin. Foto : Istimewa

KARAWANG, iNEWSKarawang.id – Akademisi Universitas Buana Perjuangan (UBP) Karawang, Gary Gagarin, menyoroti lambannya proses penyelesaian dan penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Karawang yang hingga kini belum juga rampung. 

Ia menilai keterlambatan tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum serta berpotensi menghambat arah pembangunan di daerah.

“Sebagai akademisi, tentu saya cukup prihatin atas lambannya proses penyelesaian dan penetapan RDTR oleh Pemerintah Kabupaten Karawang karena hal tersebut menimbulkan ketidakpastian. Apalagi dalam penyusunannya telah menghabiskan anggaran yang tidak sedikit,” ujar Kaprodi Fakultas Hukum UBP Karawang, Gary Gagarin, Senin (6/10/2025).

Gary menjelaskan, dalam perspektif hukum terdapat asas akuntabilitas yang mewajibkan setiap proses penataan ruang dapat dipertanggungjawabkan, baik dari sisi proses, pembiayaan, maupun hasilnya. 

Ia menekankan bahwa seluruh tahapan penyusunan RDTR, termasuk penggunaan anggarannya, harus transparan dan bisa dipertanggungjawabkan kepada publik.

Dampak Ketidakjelasan RDTR

Menurutnya, mangkraknya RDTR membawa dampak serius terhadap penataan kota di Karawang. Salah satunya adalah munculnya potensi konflik akibat tidak adanya pedoman yang jelas bagi masyarakat dan investor dalam pemanfaatan lahan.

“Ketiadaan pedoman yang jelas menimbulkan ketidakpastian hukum, menurunkan minat investasi, menghambat pertumbuhan ekonomi, dan berpotensi menimbulkan masalah lingkungan seperti banjir akibat pembangunan yang tidak terarah,” jelasnya.

Lebih lanjut, Gerry mengutip Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, yang menyebutkan bahwa peninjauan kembali rencana tata ruang dilakukan setiap lima tahun sekali, namun dapat dilakukan lebih dari satu kali apabila terjadi perubahan lingkungan strategis, seperti bencana besar atau perubahan kebijakan nasional yang signifikan.

Ia menduga ada sejumlah faktor yang menyebabkan proses pengesahan RDTR Karawang berlarut-larut.

“Penyebabnya bisa karena keterbatasan data dan informasi, tumpang tindih regulasi dan kebijakan, atau yang paling mungkin adalah adanya potensi conflict of interest (konflik kepentingan) dalam penyusunan RDTR,” tegasnya.

Gerry menilai sudah seharusnya pemerintah daerah, baik eksekutif maupun legislatif, menjadikan RDTR sebagai prioritas utama agar pembangunan di Karawang memiliki arah yang jelas dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.

“Pemerintah daerah wajib menyusun rencana, membuat regulasi, melakukan pengawasan, serta mengkoordinasikan pembangunan secara partisipatif bersama masyarakat dan para pemangku kepentingan,”ujarnya.

Ia juga mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk turun langsung memeriksa penggunaan anggaran penyusunan RDTR yang sudah menelan biaya besar namun belum menghasilkan produk konkret.

“Mengingat banyak anggaran yang sudah digunakan untuk penyusunan RDTR namun belum ada hasil nyata, maka sudah seharusnya APH turun langsung memeriksa dan memastikan tidak ada kebocoran dalam penggunaan anggaran. Karena bagaimanapun dana tersebut termasuk dalam kategori keuangan negara,” pungkasnya.

Editor : Frizky Wibisono

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut