JAKARTA, iNewsKarawang. id-Ratusan ribu orang tengah berjuang melawan kanker. Bahkan di Indonesia sendiri, kanker juga masih menjadi penyebab kematian yang cukup banyak. Pasalnya kanker menjadi salah satu penyebab kematian nomor dua terbanyak di dunia.
Terlebih dengan kemajuan zaman yang secara tidak langsung mendorong masyarakat untuk mengkonsumsi segala sesuatu yang instan.
Sementara para ahli seperti Dokter Penyakit Dalam, Konsultan Hematologi-Onkologi Medik, Prof. DR. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, Sp.PD-KHOM, FINASIM, FACP mengungkap bahwa gaya hidup serba instan menjadi faktor risiko yang mendominasi angka kanker di Indonesia.
"Kami tidak bisa menyangkal bahwa angka kanker semakin lama semakin banyak, tidak akan turun sampai satu abad lagi kemungkinan. Sebenarnya 90 persen dari kanker itu faktor risiko adalah lingkungan, gaya hidup, maupun kebiasaan,” tutur Prof. Aru dalam konferensi pers HUT ke-47 Tahun Yayasan Kanker Indonesia (YKI), di Graha Bhakti Budaya, Jakarta Pusat, Selasa (23/4/2024).
Prof. Aru menjelaskan bahwa kanker sendiri tidak bisa berantas jika hanya melalui alat-alat pengobatan yang canggih dan mahal. Tapi diperlukannya sinergi antara kaum muda-midi yang pandai dalam membagikan informasi dan juga kaum senior yang memiliki pengalaman mengenai kanker.
"Kanker itu tidak bisa diturunkan dengan alat-alat kedokteran yang mahal-mahal, radiologi, dan PET scan, tapi dengan edukasi,” kata Prof. Aru.
“Kami maju bukan hanya maju karena semangat expertise maupun kepiawaian anak-anak muda saja. Tapi wisdom dan experience dari mereka yang udah senior juga perlu, makanya harus bersama-sama,” katanya.
Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia (YKI) itu juga menjelaskan untuk menurunkan angka kanker, maka pihak pemerintah dan juga yayasan sebaiknya beradaptasi terhadap perkembangan zaman.
Di sisi lain, sosiolog Imam Budidarmawan Prasojo juga memiliki pandangan yang sama seperti Prof. Aru dalam menelaah lebih dalam terkait dengan peningkatan kasus kanker di Indonesia.
Pola masyarakat yang berubah juga menjadi bahan evaluasi seluruh pihak untuk menekan angka kanker. Ia mengamati lebih banyak ibu-ibu yang melek dan menunjukkan perjuangannya terhadap kanker.
Akan tetapi, kaum muda justru cenderung jarang dan masih takut akan stigma negatif yang dimunculkan akibat didiagnosa kanker. Padahal perempuan maupun laki-laki seharusnya sama-sama berpegangan tangan untuk melawan kanker.
"Kanker ini gak bisa diusung hanya dengan ibu-ibu, apalagi ibu-ibu yang telah lama berjuang. Kami harus melibatkan anak muda lebih banyak lagi, bukan hanya perempuan tapi juga laki-laki,” kata Imam Budidarmawan Prasojo.
Selain itu, Imam Budidarmawan Prasojo mengungkap bahwa upaya pemberantasan kanker akan terasa berat apabila hanya dilakukan oleh kelompok kecil saja. Di era serba modern dan digital ini diperlukan adanya gerakan melalui perkumpulan di media maya.
"Penanganannya ini tugas terlalu berat kalau hanya diusung oleh kelompok yang kecil. Kami harus melibatkan semua masyarakat, apalagi era sekarang ini era network society, harus ditambah dengan cyber society untuk menangani masalah kanker ini,” katanya.
Editor : Boby