JAKARTA, iNewskarawang.id - Kapal supertanker berbendera Iran disita Indonesia diduga terlibat dalam transshipment minyak mentah ilegal.
Hal itu diungkap oleh Coast Guard Indonesia pada Selasa (11/7/2023) yang mengumumkan pihaknya telah menyita Kapal tersebut.
Coast Guard—di Indonesia bernama Badan Keamanan Maritim Indonesia (Bakamla)—mengatakan Very Large Crude Carrier (VLCC), MT Arman 114, membawa 272.569 metrik ton minyak mentah ringan, senilai Rp4,6 triliun dan diduga mentransfer minyak ke kapal lain tanpa izin.
Kepala Bakamla Aan Kurnia mengatakan kepada wartawan bahwa kapal itu ditangkap setelah terlihat di dekat Laut Natuna Utara Indonesia melakukan transfer minyak kapal-ke-kapal dengan MT S Tinos berbendera Kamerun, pada hari Jumat pekan lalu.
Kedua supertanker itu mencoba melarikan diri dan pihak berwenang memutuskan untuk memfokuskan pengejaran mereka pada MT Arman, dibantu oleh pihak berwenang Malaysia saat kapal tersebut berlayar ke perairan Malaysia.
MT Arman, menurut Bakamla, juga diduga melanggar peraturan maritim lainnya, seperti memanipulasi sistem identifikasi otomatis (AIS).
"MT Arman memalsukan AIS mereka untuk menunjukkan bahwa posisinya di Laut Merah tetapi kenyataannya ada di sini. Jadi sepertinya mereka sudah memiliki niat jahat," kata Aan.
Menurutnya, MT S Tinos seharusnya sudah dibongkar pada 2018.
Operator kapal tidak dapat segera dihubungi untuk memberikan komentar.
Aan berjanji bahwa Bakamla, dengan bantuan pihak berwenang lainnya, akan memperkuat patroli di perairan Indonesia.
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan sekitar 17.000 pulau.
"Kita harus tegas, tangguh. Harus ada efek jera agar tidak terulang lagi," kata Aan.
Pada 2021, Indonesia menyita kapal berbendera Iran dan Panama karena dugaan serupa. Kapten kedua kapal tersebut kemudian dihukum dengan hukuman masa percobaan dua tahun oleh pengadilan Indonesia.
Menurut analisis Reuters awal tahun ini, armada "bayangan" tanker yang membawa minyak dari Iran, Rusia, dan Venezuela yang terkena sanksi sedang memindahkan kargo mereka di Selat Singapura untuk menghindari deteksi.
Risiko tumpahan minyak dan kecelakaan meningkat karena ratusan kapal tambahan, beberapa tanpa perlindungan asuransi, telah bergabung dalam perdagangan paralel yang tidak jelas ini selama beberapa tahun terakhir.
Editor : Frizky Wibisono