JEPARA, iNewsKarawang.id - Sejumlah pelaku usaha jasa transportasi umum bus antarkota antarprovinsi (AKAP) mengeluhkan kebijakan pembatasan penggunaan bahan bakar minyak atau BBM subsidi, khusus solar subsidi maksimal 200 liter per hari untuk kendaraan umum angkutan orang dan barang roda enam atau lebih.
Kebijakan tersebut dinilai menghambat operasional bus AKAP, terlebih bagi yang melayani rute antar pulau.
Pengurus Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) dari PO BeJeu M Iqbal Tosin mengatakan, kebijakan tersebut tidak pro pelaku usaha otobus.
Sebab, praktik di lapangan, armada bus harus melakukan penyesuaian agar bisa memenuhi kebutuhan BBM dalam satu kali ritase. Tak hanya itu, terkadang kru armada harus bergesekan dengan petugas SPBU demi mendapatkan solar bersubsidi.
"Kalau jarak tempuh armada kami pulang pergi hanya 1.200 kilometer. Itu pun masih harus melakukan penyesuaian perjalanan agar solar cukup. Apa kabar dengan teman-teman yang rute armadanya sampai Sumatera. Tentunya kesulitan mendapatkan solar," katanya saat dihubungi, Senin (10/4/2023).
Menurutnya, kebijakan pembatasan penggunaan solar bersubsidi tersebut tidak tepat diterapkan kepada angkutan publik seperti bus AKAP. Karena selain kru kesulitan mendapatkan solar bersubsidi saat perjalanan, dampaknya bisa berpengaruh pada pelayanan kepada masyarakat (penumpang).
"Saat tertentu, bisa berpengaruh pada ketepatan waktu. Imbasnya pelayanan jadi kurang baik," ujarnya.
Disinggung mengenai upaya yang dilakukan agar bus tetap bisa beroperasional dengan baik dan pelayanan terjaga, M Iqbal Tosin mengatakan, untuk jarak tempuh yang tidak terlalu jauh bisa disiasati dengan cara mengatur waktu pengisian BBM. Tetapi konsekuensinya, dalam satu ritase armada harus berhenti dalam beberapa waktu agar bisa mengisi solar lagi. "Ini bisa berpengaruh pada pelayanan," terangnya.
Dia berharap, kebijakan pembatasan solar bersubsidi bagi angkutan umum penumpang dan barang bisa direvisi agar operasional otobus tidak ada hambatan. "Kami melalui asosiasi sudah menyampaikan keluhan tersebut kepada pemerintah, namun sampai saat belum ada tanggapan yang menyejukkan," ucapnya.
Disisi lain, M Iqbal Tosin juga menilai kebijakan one way selama arus mudik dan balik lebaran juga menghambat operasional bus. Sebab kebijakan tersebut mengakibatkan operasional bus terhambat hingga belasan jam. Akibatnya penumpang jadi terlantar.
Menurutnya, penerapan contra flow lebih tepat untuk mengatasi kemacetan saat arus mudik dan balik nanti. "Menurut saya, contraflow lebih tepat untuk mengatasi kemacetan. Meski arus lalu lintas padat merayap, tapi tetap jalan. Kalau oneway, berhenti total dan tidak bisa jalan sebelum dua jalur dibuka kembali," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua IPOMI Angga Virchansa Chairul menyatakan, kebijakan pembatasan solar bersubsidi sangat berpengaruh pada operasional bus AKAP. Kru bus harus memutar otak untuk mensiasati kekurangan bahan bakar minyak dalam perjalanan.
"Kami biasanya mensiasati dengan mengisi solar cadangan sehari sebelumya atau membeli solar eceran. Operasional juga terhambat juga dengan antrian solar yang panjang di SPBU," ujar pengusaha oto bus PO NPM ini.
Dia mengatakan, IPOMI sudah beberapa kali menyampaikan keluhan para pelaku usaha otobus di setiap forum stakeholder baik secara online ataupun offline. IPOMI juga menilai bahwa pembatasan solar maksimal 200 liter per hari dan aplikasi my pertamina belum cukup dan belum mumpuni untuk menjadikan penyaluran subsidi BBM solar tepat sasaran. "Praktiknya, malah mempersulit operasional kami. Selama kementrian dan Pertamina masih berpatok ke Perpres Nomor 191 Tahun 2014. Kami terus berupaya untuk merevisi aturan tersebut," pungkasnya. (angga rosa)
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta