"Saya mulai bercukur secara berkala. Setelah itu, saya muncul di media sosial dan bertemu banyak orang yang menginspirasi saya. Mereka memberi tahu saya tentang pengalaman mereka dan saya berkata, 'Tidak, ini harus diubah'," paparnya.
Dia mem-posting video untuk ratusan ribu pengikutnya tentan apa yang dia lakukan untuk menentang standar kecantikan wanita.
"Pertama, saya mulai menghilangkan bulu saya, saya membiarkannya tumbuh, mulai menunjukkannya di media sosial, dan saya menemukan banyak orang yang terinspirasi olehnya dan bercerita tentang pengalaman mereka menderita di masa remaja karena bulu, dan Saya berkata, 'Tidak, ini harus diubah'," paparnya. Posting videonya telah mengumpulkan banyak tanggapan, dengan banyak dukungan dan beberapa kritik.
Dalam salah satu video terbaru, Martina memamerkan alisnya yang tumbuh. Seorang TikTok berkomentar: "Saya suka alis alami Anda! Bulu mata yang indah!" Di postingan lain, seseorang berkomentar: "Saya tidak suka wanita seperti ini, tapi itu masalah saya; selama Anda merasa baik dan tidak membuat sedih siapa pun, semuanya sempurna."
Namun, video Argentina juga mendapat ujaran kebencian dari pemirsa TikTok, dengan satu pengguna berkomentar: "Anda tidak jelek, hanya alis Anda, dan hanya itu." Dalam bio TikTok-nya, Martina bercanda: "Akun ini milik alis saya." Dia juga aktif di Instagram, di mana dia memiliki 11.300 pengikut dan menulis di bio-nya: "Aktivisme tentang naturalisasi bulu tubuh pada wanita."
Martina Díaz bukan satu-satunya yang menggunakan suaranya di media sosial untuk menentang standar kecantikan.
Influencer lain bernama Taylor Tilt juga menggunakan akun TikToknya untuk menunjukkan bahwa dia tidak lagi melakukan waxing. Bintang TikTok tersebut tidak bercukur selama lebih dari 10 tahun dan mempromosikan keputusannya di akun media sosialnya.
Taylor percaya bahwa keputusan yang dia buat soal tubuhnya bersifat pribadi dan tidak ada komentar negatif yang memengaruhi dirinya terkait waxing atau tidak. "Saya hanya mencukur kaki saya dua kali setahun. Musuh saya kaget," ujarnya.
Editor : Frizky Wibisono