KARAWANG, iNews.id - Desa Mulyasari merupakan salah satu penerima penghargaan dari 5 Desa budaya yang diberikan oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek). Pemberian penghargaan tersebut sebagai bentuk apresiasi terhadap Warga dan aparat desa yang telah menjaga dan melestarikan ekosistem kebudayaan ditengah kemajuan zaman.
Selain tradisi unik, Desa Mulyasari juga memiliki nilai-nilai kebudayaan yang berusia ratusan tahun. Bahkan, beberapa nilai-nilai adat yang sudah luntur di Kabupaten Karawang masih di lestarikan.
"Desa Mulyasari mendapatkan penghargaan itu karena dinilai sebagai Desa Budaya yang diserahkan oleh pak menteri Nadiem," kata Kades Mulyasari Margono melalui Kasie Kesehjateraan, Syaeful. Minggu, (18/12).
Menurut Syaeful, tradisi hajat bumi merupakan warisan leluhur Desa Mulyasari yang telah diwariskan dari setiap generasi ke generasi.
"Ini warisan dari leluhur kita yang harus dijaga, makanya kami lestarikan setiap tahun sekali," ujarnya.
Ia menyebut, hajat bumi ini sebagian dari rasa syukur warga Desa Mulyasari atas hasil panen yang melimpah. Sekaligus, meminta keberkahan dan keselamatan untuk setiap tahunnya.
"Tradisi ini bisa dibilang ajang silaturahmi untuk berdo'a bersama atas hasil panen yang didapat masyarakat," jelasnya.
Dalam agenda hajat bumi, lanjut Syaeful, menggabungkan antara adat kebudayaan leluhur dengan nilai-nilai Agama yang berkembang di masyarakat.
"Kita adakan acara tiga hari tiga malam yang diikuti tokoh masyarakat juga tokoh agama dalam giat ruwatan, festival dongdang, dan, lisungan. Mereka semua sangat antusias," tuturnya.
Syaeful mengungkapkan, hajat bumi di Desa Mulyasari digelar untuk menolak bala, dengan menyuguhkan hasil panen masyarakat dengan menggunakan dongdang.
"Untuk mendapatkan hasil panen yang melimpah salah satunya dengan berdo'a. Kita pernah tidak melaksanakan hajat bumi ini, dan ternyata tanaman dari setiap petani kena hama semua,"ucapnya.
Hal tersebut juga dibenarkan oleh salah satu masyarakat Desa Mulyasari, Idan Suryana (55), bahwa agenda hajat bumi menjadi tradisi wajib yang harus diselenggarakan oleh masyarakat.
Editor : Frizky Wibisono