get app
inews
Aa Text
Read Next : Berikut Hasil Semifinal Wilayah NBA 2022-2023

Apakah Akan Terwujud, Impian Manusia Membangun Peradaban di Luar Angkasa ?

Sabtu, 17 Desember 2022 | 22:35 WIB
header img
Peradaban luar angkasa visi Gerard O'Neill. (Foto: NASA AMES RESEARCH CENTER)

Semua ini membuahkan gagasan bahwa jika manusia bisa bermukim di Bima Sakti, umat manusia bisa bertahan hingga triliunan tahun, kata Moynihan. Dan dengan berbagai cara, keyakinan ini telah mendasari visi permukiman galaksi — termasuk milik Bezos, dan miliarder luar angkasa lain, Elon Musk.

Saat remaja, Bezos membingkai ambisinya sebagai jalan menuju energi dan sumber daya tak terbatas yang tidak mungkin tercapai jika kita tetap tinggal di Bumi. Dan tak banyak yang berubah. Dia memandang ide permukiman di angkasa luar sebagai jalan untuk menyelamatkan spesies kita dari kehausan tak terpuaskan akan pertumbuhan dan sumber daya.

Jika semua terserah Bezos, maka umat manusia akan memindahkan semua polusi dan industri berat ke luar planet, dan dalam jangka panjang, manusia sendiri akan mulai bermukim di silinder-silinder O'Neill.

Dia mengakui bahwa dia tidak akan menciptakan masa depan itu, namun memandang dirinya sebagai "pembuka jalan", menyediakan infrastruktur yang dibutuhkan generasi mendatang untuk membangunnya.

Musk lebih terus terang tentang risiko kepunahan dan beranggapan jika kita menjadi peradaban yang tinggal di multi-planet — di Mars, khususnya — maka bencana di Bumi tidak akan memusnahkan seluruh spesies kita.

Hartawan pemilik SpaceX ini bersemangat untuk menghindari gagasan "Penyaring Besar" atau "Great Filter", sebuah paradoks yang mengatakan bahwa semua peradaban di alam semesta menghadapi titik batas dalam evolusi mereka, dan pada akhirnya akan memusnahkan mereka

Musk berharap umat manusia bisa menjadi spesies pertama di galaksi yang bisa melampaui titik tersebut.

Meski begitu Moynihan menekankan bahwa argumen "pergi ke luar angkasa, selamatkan umat manusia" tak sekuat yang diperlihatkan para miliarder, terutama saat ini.

Abad ini, kita menghadapi segudang ancaman eksistensial yang tidak terlokalisasi dan dapat dengan mudah menyebar, dari pandemi hingga kecerdasan buatan. Ancaman-ancaman ini bisa saja mencapai luar Bumi.

"Terburu-buru menjadi penduduk multi-planet mungkin tidak bisa mencegah hal-hal buruk terjadi," kata Moynihan. "Dalam jangka pendek, memunculkan diskusi internasional tentang isu terkait risiko-risiko ekstrem mungkin lebih hemat ketimbang pindah ke Mars."

Dan bagaimana dengan perubahan iklim? Meski ini mungkin tak memicu risiko eksistensial, perubahan iklim sudah pasti akan membawa penderitaan bagi miliaran orang dalam waktu dekat — dan tidak ada proyek turisme luar angkasa atau permukiman galaksi di masa depan yang bisa menghindarkan kita dari dampak perubahan iklim saat ini.

Di tengah banjir, kebakaran lahan, dan gelombang panas yang melanda Bumi, banyak kritik ditujukan pada era perjalanan luar angkasa para miliarder. Berdasarkan tingkat keparahan masalah yang kita hadapi sekarang, beberapa orang seharusnya meninggalkan cita-cita permukiman galaksi — setidaknya dalam jangka pendek.

Sentimen ini salah satunya muncul dalam esai oleh penulis fiksi ilmiah Sim Kern, yang mengatakan, luar angkasa mungkin menawarkan ide memikat tentang memulai dari awal, tapi kenyataannya, "kita tidak bisa meninggalkan kekacauan ini, tak peduli sejauh apapun kita pergi".

Dan bagaimanapun, tulis Kern, kita sudah punya permukiman di dalam orbit yang cukup baik.

"Tempat itu sangat besar, cukup besar untuk menampung semua teman dan keluarga kita. Ada gravitasi yang bagus dan pelindung radiasi dalam bentuk atmosfer yang bisa dihirup. Ada energi terbarukan yang tak terhingga — Matahari — yang akan bertahan setidaknya semiliar tahun lagi sebelum dia menjadi terlalu panas dan terbakar

"Pesawat luar angkasa kita dihuni oleh lebih dari delapan juta bentuk kehidupan asing berbeda yang bisa kita pelajari, yang perilaku dan bahasanya baru sedikit kita pahami. Teman-teman berbeda spesies ini memberikan kita udara, makanan, obat-obatan, penyaring air — beberapa bahkan bernyanyi untuk kita, memberi wangi pada udara kita, dan membuat 'kapal' kita sangat indah."

Jika saja seluruh keturunan kita di masa depan menyetujui, maka kita bisa sampai pada "Skenario Bullerby", gagasan yang namanya diambil dari kehidupan pedesaan Swedia yang indah dalam buku anak-anak karangan Astrid Lindgren.

Skenario ini membayangkan umat manusia akhirnya memutuskan untuk mengabaikan luar angkasa dan alih-alih, fokus kepada Bumi. Membangun peradaban yang mapan dengan energi hijau, pertanian berkelanjutan, dan sebagainya.

Bagaimana dengan tujuan jangka panjang? Jika kita bicara tentang ratusan dan ribuan tahun, maka migrasi ke Tata Surya dan Bima Sakti bisa dipikirkan secara lebih serius sebagai argumen untuk memastikan masa depan umat manusia.

Bahkan mereka yang tidak setuju proyek ini dimulai sekarang tidak akan membenarkan penundaan itu dilakukan sampai peradaban manusia hampir runtuh — ini akan menjadi bencana yang tak terbayangkan.

Rata-rata spesies mamalia memiliki masa hidup 1 juta tahun, yang mengisyaratkan bahwa suatu saat kepunahan akan terjadi pada manusia bila kita tidak melakukan apa-apa untuk mencegahnya.

Bencana yang bisa menghapuskan keberadaan manusia bisa terjadi jauh di masa depan. Tapi tak seperti binatang lain, manusia memiliki kecerdasan yang maju, sehingga banyak peneliti meyakini bahwa mengambil jalur "astronomis" di luar Bumi menjanjikan masa depan yang lebih lama bagi spesies kita. Jika kita memiliki permukiman di seluruh galaksi, umat manusia akan menjadi jauh lebih kuat.

"Saya lebih suka tidak menyimpan semua telur di keranjang yang rapuh," kata Anders Sandberg, dari Universitas Oxford. "Koloni luar angkasa jauh lebih rapuh ketimbang planet-planet, dan rentan, tetapi Anda bisa membangun lebih banyak," ujarnya.

"Jika kita sudah berhasil membangun koloni yang besar, maka Anda pasti bisa membangun lebih banyak koloni kecil. Dan pada titik ini, Anda sepertinya bisa mengurangi risiko."

Moynihan sepakat. "Benar, untuk umat manusia memenuhi potensi jangka terpanjangnya, kita harus merambah luar angkasa," tulisnya. "Bumi pada akhirnya akan tidak bisa ditinggali jika Matahari menua. Tapi Semesta luas akan tetap bisa menopang kehidupan — beribu-ribu tahun lagi"

Permasalahannya, bahkan di masa depan yang jauh, akan tetap ada alasan untuk tak memulai proyek kolonisasi galaksi. Akan selalu ada masalah yang lebih mendesak untuk diselesaikan di Bumi.

"Menjadi multi-planet adalah hal yang visioner di masa depan, tapi itu tidak akan pernah menjadi hal yang rasional untuk dilakukan," ungkap Sandberg.

Namun, dia mengutip filsuf George Bernard Shaw yang pernah berkata, "Semua kemajuan bergantung pada orang-orang yang tidak masuk akal".

"Mungkin yang dilakukan Bezos dan Musk tidak masuk akal, tapi bisa jadi itu tetap merupakan hal yang baik," ujar dia.

Apapun yang Anda pikirkan tentang generasi miliarder saat ini — prioritas mereka, kepribadian mereka, kekayaan mereka, sikap mereka terhadap ketimpangan karena perubahan iklim, atau perlakuan mereka kepada para pekerjanya — tidak bisa dimungkiri bahwa mereka telah membuat kemajuan signifikan dalam hal perjalanan ke luar angkasa dalam waktu singkat.

Apakah kiprah mereka seharusnya dilakukan oleh generasi di masa depan? Mungkin, tapi tak berarti kontribusi mereka sekarang tak berarti.

Sandberg mengingat percakapannya dengan Musk, jauh sebelum SpaceX mengirimkan roket pulang pergi ke angkasa, saat Musk mengunjungi dia dan rekan-rekannya di Institut Future of Humanity di Universitas Oxford.

Editor : Boby

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut