get app
inews
Aa Text
Read Next : Berikut Hasil Semifinal Wilayah NBA 2022-2023

Apakah Akan Terwujud, Impian Manusia Membangun Peradaban di Luar Angkasa ?

Sabtu, 17 Desember 2022 | 22:35 WIB
header img
Peradaban luar angkasa visi Gerard O'Neill. (Foto: NASA AMES RESEARCH CENTER)

JAKARTA, iNewsKarawang.id - Seorang fisikawan bernama Gerard O'Neill merenungkan potensi masa depan umat manusia di luar angkasa. Dia menyimpulkan bahwa apa yang dipikirkan oleh rekan-rekannya salah.

Peristiwa itu terjadi pada pertengahan 1970-an.

Namun fisikawan itu menyadari, tak semua planet di Tata Surya layak ditinggali, meskipun banyak orang berbicara tentang bermukim planet-planet lain, 

Mengutip BBC News Indonesia, kebanyakan planet yang hendak ditinggali ini memiliki atmosfer yang keras. Dan akibat gravitasi yang ada di Bulan, bolak-balik ke Bumi akan menghabiskan banyak sekali bahan bakar.

Alih-alih, O'Neill membayangkan sebuah permukiman yang melayang-layang, tak jauh dari Bumi, berbentuk seperti silinder.

Orang-orang bisa tinggal di dalamnya, dengan kota-kota yang hijau karena hutan-hutan, danau, dan ladang. Gagasan ini terdengar muluk, namun berkat visualisasi menakjubkan yang juga dibuatnya, mimpi O'Neill menginspirasi satu generasi.

Pada dekade 1980-an, seorang mahasiswa menghadiri seminar O'Neill di Universitas Princetown. Dia mencatat dengan teliti ide-ide profesornya.

Pemuda ini bertekad menjadi "entrepreneur luar angkasa" dan melihat permukiman di luar Bumi sebagai salah satu cara untuk memastikan masa depan umat manusia.

"Bumi ini terbatas," katanya kepada surat kabar sekolah menengahnya pada suatu waktu. "Dan jika ekonomi dan populasi dunia terus berkembang, ruang angkasa adalah satu-satunya tempat yang tersisa."

Kelak kemudian, dia berhasil mengumpulkan begitu banyak uang, yang sebagiannya kemudian dia pakai untuk mendanai ambisinya tersebut.

Nama mahasiswa itu? Jeffrey Preston Bezos.

Untuk memahami mengapa hartawan seperti Bezos ingin pergi ke luar angkasa, kita harus mengerti pengaruh yang mereka miliki. Bagi orang-orang awam, usaha korporasi Bezos, Blue Origin, dan beberapa kompetitornya mungkin tampak seperti proyek pamer untuk sejumlah laki-laki kaya, dengan roket yang terlalu mahal.

PADA pertengahan 1970-an, seorang fisikawan bernama Gerard O'Neill merenungkan potensi masa depan umat manusia di luar angkasa. Dia menyimpulkan bahwa apa yang dipikirkan oleh rekan-rekannya salah.

Pada saat itu, banyak orang berbicara tentang bermukim planet-planet lain, namun dia menyadari, tak semua planet di Tata Surya layak ditinggali.

Mengutip BBC News Indonesia, kebanyakan planet yang hendak ditinggali ini memiliki atmosfer yang keras. Dan akibat gravitasi yang ada di Bulan, bolak-balik ke Bumi akan menghabiskan banyak sekali bahan bakar.

Alih-alih, O'Neill membayangkan sebuah permukiman yang melayang-layang, tak jauh dari Bumi, berbentuk seperti silinder.

Orang-orang bisa tinggal di dalamnya, dengan kota-kota yang hijau karena hutan-hutan, danau, dan ladang. Gagasan ini terdengar muluk, namun berkat visualisasi menakjubkan yang juga dibuatnya, mimpi O'Neill menginspirasi satu generasi.

Pada dekade 1980-an, seorang mahasiswa menghadiri seminar O'Neill di Universitas Princetown. Dia mencatat dengan teliti ide-ide profesornya.

Pemuda ini bertekad menjadi "entrepreneur luar angkasa" dan melihat permukiman di luar Bumi sebagai salah satu cara untuk memastikan masa depan umat manusia.

"Bumi ini terbatas," katanya kepada surat kabar sekolah menengahnya pada suatu waktu. "Dan jika ekonomi dan populasi dunia terus berkembang, ruang angkasa adalah satu-satunya tempat yang tersisa."

Kelak kemudian, dia berhasil mengumpulkan begitu banyak uang, yang sebagiannya kemudian dia pakai untuk mendanai ambisinya tersebut.

Nama mahasiswa itu? Jeffrey Preston Bezos.

Untuk memahami mengapa hartawan seperti Bezos ingin pergi ke luar angkasa, kita harus mengerti pengaruh yang mereka miliki. Bagi orang-orang awam, usaha korporasi Bezos, Blue Origin, dan beberapa kompetitornya mungkin tampak seperti proyek pamer untuk sejumlah laki-laki kaya, dengan roket yang terlalu mahal.

Dan bagi sebagian orang, waktu yang mereka pilih untuk melakukan tamasya angkasa luar tidak bisa lebih tak sensitif lagi. Alasannya, itu dilakukan di tengah perubahan iklim, pandemi, ketimpangan yang semakin lebar, dan permasalahan dunia yang lain.

Namun yang mendasari para orang kaya ini adalah motivasi yang harus ditelaah lebih jauh lagi: gagasan untuk menyelamatkan umat manusia secara jangka panjang ke luar angkasa.

Bezos bukan orang pertama yang mengatakan bahwa pindah ke luar angkasa adalah satu-satunya cara untuk menjamin masa depan manusia.

Sejak satu abad lalu, sudah banyak orang yang bermimpi menciptakan peradaban di luar atmosfer Bumi. Mimpi ini kemungkinan akan terus diangankan oleh generasi-generasi mendatang, bahkan jauh setelah Bezos tiada.

Keyakinan bahwa kolonisasi galaksi bisa menyelamatkan masa depan umat manusia bisa dirunut sejak ratusan tahun lalu. Mungkin sulit untuk membayangkannya sekarang, namun ketika itu, tak semua orang percaya bahwa Semesta ini tak berpenghuni dan terbuka untuk ditinggali.

Hingga akhir 1800-an dan awal abad 20-an, banyak filsuf "merasa bahwa Semesta penuh dengan nilai-nilai dan humanoid", kata Thomas Moynihan, yang mempelajari sejarah intelektual di Universitas Oxford.

Dalam tulisannya baru-baru ini, dia mengatakan, ketika manusia membayangkan dunia yang lain, mereka juga memikirkan peradaban lain yang sudah tinggal di sana — alih-alih mengkhayalkan planet tandus dalam ruang hampa yang suram dan kosong melompong.

"Tidak ada yang membayangkan manusia pergi ke tempat lain dan kemudian meninggali luar angkasa yang sebelumnya tak berpenghuni," ujarnya.

"Sejak dulu, sudah ada kisah-kisah tentang perjalanan ke Bulan dan planet lain, bahkan cerita-cerita itu kerap dibumbui konflik, tapi bahkan itu pun hanyalah sebuah perjalanan. Perjalanan yang dilakukan untuk mencari penghuni yang mencurigakan, dan mirip dengan manusia."

Gagasan bahwa sebagian besar area kosmos adalah kosong — area besar yang bisa dijelajahi manusia — oleh karena itu, adalah kesadaran yang baru dalam sejarah manusia, kata Moynihan.

Apa yang membuat para cendekiawan mulai berpikir serius tentang permukiman di angkasa luar adalah kesadaran bahwa spesies kita bisa punah suatu hari nanti, entah karena kematian Matahari atau nasib buruk lain.

Untuk sementara, membayangkan akhir dari dunia selalu disertai dengan pesimisme. Namun di awal 1900-an, penemuan bahwa atom bisa mengandung kekuatan sangat besar memercikkan gelombang optimisme baru bahwa kolonisasi galaksi dapat menjadi solusi jangka panjang, lanjut Moynihan.

Salah satu ide paling menarik datang dari ahli roket Rusia, Konstantin Tsiolkovsky, yang membayangkan tinggal di atas asteroid dengan pesawat luar angkasa bertenaga nuklir.

"Bagian terbaik umat manusia, kemungkinan besar, tidak akan pernah mati, namun akan bermigrasi dari matahari yang satu ke matahari yang lain," tulis Tsiolkovsky pada 1911.

'Kosmisme Rusia' yang ditekuni Tsiolkovsky dan teman-temannya ini, menganggap peradaban Semesta sebagai narasi besar takdir manusia, dan mengajak spesies kita untuk menyebarkan kehidupan yang tak terbatas di kosmos

Akan tetapi, seperti yang kemudian oleh Moynihan, visi ini bukanlah visi kapitalis. Pada 1902, mentor Tsiolkovsky, Nikolai Fedorov mengatakan khawatir "para hartawan akan 'menginfeksi' planet-planet lain dengan eksploitasi mereka yang ekstraktif."

Sementara itu di negara Barat, visi sekuler penaklukkan galaksi juga mulai muncul.

Sosok berpengaruh lain adalah seorang insinyur Amerika bernama Robert Goddard, yang menciptakan roket berbahan bakar cair pertama di dunia.

Pada 1918, dia menulis sebuah esai yang terkenal berjudul, "Migrasi Akhir: Sebuah Catatan untuk Kaum Optimis" yang disebarkannya kepada teman-temannya.

"Di situ dia menulis, kalau kita bisa membuka misteri atom, kita bisa mengirim manusia ke luar sistem Tata Surya," ujar Moynihan.

Goddard membayangkan sebuah ekspedisi yang dapat membawa semua pengetahuan manusia, sehingga, dalam kata-katanya, "peradaban baru dapat dimulai sementara yang lama berakhir".

Dan jika itu tidak mungkin, dia mengusulkan ide radikal untuk meluncurkan "protoplasma", yang pada akhirnya bisa melahirkan manusia baru di dunia yang jauh.

Editor : Boby

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut