get app
inews
Aa Text
Read Next : Oknum Pimpinan Ponpes di Purwakarta Diamuk Massa, Diduga Cabuli 15 Santriwati

Psikolog : Maraknya Kasus Pelecehan Anak Bisa Timbulkan Guncangan Insecrurity

Jum'at, 15 Juli 2022 | 19:40 WIB
header img
Ilustrasi Pelecehan pada Anak. (Foto: Shutterstock)

Berdasarkan data Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jakarta, kasus pelecehan seksual paling banyak menimpa perempuan dan anak pada 2020 mencapai delapan kasus.

Terlebih kasus pelecehan seksual  pada anak-anak banyak mencuat beberapa waktu belakangan ini.

Seperti pada 2021 mencapai tujuh kasus dan pada periode Januari-Juni 2022 kasus pelecehan seksual di Jakarta naik mencapai 15 kasus. 

Pada 2020 dan 2021, masing-masing terdapat dua kasus pelecehan seksual yang menimpa anak perempuan dan selama semester pertama 2022 terdapat empat laporan pelecehan seksual yang terjadi pada anak perempuan.

"Kasus pelecehan seksual pada anak berpotensi menyebabkan sang korban mengalami trauma yang mendalam,"ungkap

Psikolog klinis Ratih Ibrahim dilansir dari Antara.

Menurut Ratih, berbagai kasus pelecehan seksual di lembaga pendidikan juga menyebabkan keraguan dan menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi tersebut.

“Jadi dampaknya kepada masyarakat muncul goncangan insecrurity atau ketidakamanan dan kepercayaan luar biasa besar, dan pada korbannya itu rusaknya dahsyat banget,” ujar Ratih.

Selain runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan berbasis agama, korban pelecehan seksual juga tak hanya "dirusak" secara fisik tapi berpotensi mengalami trauma berkepanjangan.

“Jadi pada korban efeknya luar biasa merusaknya secara seksual apalagi dilakukannya di lembaga yang semestinya suci, sakral dan dilakukan oleh orang yang semestinya justru menjadi panutan teladan dan tonggak moralitas,” ucapnya.

Dengan demikian, ia berharap institusi pendidikan dapat melakukan seleksi tenaga pengajar secara lebih ketat, dengan harapan bisa mencegah masuknya ‘penjahat’ dalam institusi tersebut. Selain itu juga penting melihat kepribadiannya dan integritas sebagai seorang tenaga pendidik profesional.

“Artinya bukan hanya berbasis pada kompetensi, penampilan, performa dan sebagainya. Kita harus menelisik kepada latar belakangnya secara jeli, kemudian value-nya dia terhadap nilai hidupnya, apakah dia menghormati kesucian, menghormati kemanusiaan dan menghormati anak didiknya sebagai titipan dari Allah kepada dia,” ucap lulusan psikologi Universitas Indonesia (UI) itu.

Pendiri dan CEO Personal Growth itu mengatakan, jika pelecehan seksual sudah terjadi, pelaku harus dihadapkan pada konsekuensi hukum yang tegas dan adil sesuai bukti dalam pengadilan. Ia juga meminta guru serta orang tua bekerja sama melindungi dan mendengarkan korban.

“Tentu juga ada pendampingan psikologis oleh psikolog klinis dan psikiater untuk membantu si korban bisa menyembuhkan lukanya kemudian bisa menghadapi lukanya, membangun ketahanan dia, sehingga kemudian bisa berfungsi lagi,” ucap psikolog yang juga konselor pernikahan ini.

Ratih pun menyarankan kepada para orangtua untuk membentengi anak demi mencegah tindak pelecehan seksual, yaitu dengan edukasi tentang seksualitas dan edukasi sosial. Harapannya agar anak bisa menjaga dirinya dari tindakan seksual bahkan dari orang terdekat.

“Di sini kan harapannya orangtua sungguh-sungguh jadi pelindung utamanya anak-anak. Makanya sangat sedih kalo pelakunya justru orangtua atau orang yang menjadi walinya,” ucap Ratih.

Ia pun memberi saran bagi orangtua yang ingin menyekolahkan anaknya di institusi pendidikan berbasis agama maupun sekolah lainnya, yaitu dengan melihat tenaga pendidik dan mencari tahu kurikulum sekolah tersebut. Ia juga menyarankan untuk melihat latar belakang sekolah dan berdiskusi dengan orangtua lainnya.

Editor : Boby

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut