Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan, sebanyak 56,7% penduduk Indonesia tinggal di wilayah perkotaan tahun 2020.
"Sudah barang tentu untuk menggerakkan mobilitas secara bersamaan dalam waktu bersamaan pasti akan memerlukan fasilitas transportasi umum massa," katanya.
Djoko menilai jika masing-masing individu mengunakan kendaraan pribadi, tentunya akan menimbulkan kemacetan, peningkatan populasi udara, penggunaan BBM bertambah, tingkat strees warga meningkat. Juga angka kecelakaan juga tinggi.
Bappenas bersama Bank Dunia (2019), antara lain menyebutkan pangsa angkutan umum Jakarta, Bandung, Surabaya dan kota-kota lainnya rata-rata kurang dari 20 persen.
Kota Jakarta, Surabaya dan Bandung masuk dalam kota termacet di Asia. Kota Jakarta menduduki peringkat 10 dengan 53% tingkat kemacetan dibandingkan kondisi normal atau tidak macet di kota tersebut.
Keterbatasan sistem angkutan umum massal menyebabkan kemacetan yang akhirnya berdampak pada kerugian ekonomi. Akibat kemacetan, peningkatan 1 persen urbanisasi di Indonesia hanya berdampak pada peningkatan 1,4 persen PDB per kapita.
Sementara itu, kerugian ekonomi akibat kemacetan lalu lintas di Jakarta mencapai Rp65 triliun per tahun. Pada 5 wilayah metropolitan (Bandung, Surabaya, Medan, Semarang, Makassar) kerugian mencapai Rp12 triliun per tahun.
Editor : Boby