Obesitas atau berat badan berlebih dapat menyebabkan resiko terkena hipertensi hingga 5 kali lipat, selain itu terdapat juga resiko penyakit jantung hingga 2 kali lipat.
Hal ini membuat obesitas perlu mendapatkan perhatian lebih dan harus diwaspadai karena prevalansi penyakit kronis di Indonesia yang saat ini terus meningkat, yaitu 10,8 persen untuk diabetes, 34,1 persen untuk hipertensi berdasarkan hasil pengukuran dan 1,5 persen untuk penyakit jantung berdasarkan diagnosis dokter.
Terkait penyebab, kejadian obesitas pada usia muda antara lain akibat perubahan aktivitas fisik dan meningkatnya konsumsi makanan tinggi kalori dengan kandungan gula, garam, dan lemak yang tinggi, kurang sayur dan buah.
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan sebenarnya sudah memberi rekomendasi pola makan sehat berpedoman pada gizi seimbang.
Merujuk pada Isi Piringku, misalnya dalam setengah porsi piring perlu terdiri dari sayur sebanyak 2/3, buah-buahan 1/3, lalu setengah piring lagi karbohidrat 2/3 dan protein 1/3.
Sementara asupan gula, garam dan garam yang disarankan yakni 50 gram atau setara 4 sendok makan untuk gula, garam tidak lebih dari 5 gram atau setara 1 sendok teh, dan lemak tidak lebih dari 67 gram atau setara 5 sendok makan.
Tetapi, kenyataannya anjuran ini belum diterapkan sebagian besar masyarakat Indonesia. Data Riskesdas pada tahun 2018 memperlihatkan sekitar 95,4 persen masyarakat Indonesia masih kurang mengonsumsi buah dan sayur lima porsi setiap hari dalam seminggu.
Dokter Spesialis Gizi Klinik dari Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia (PDGKI), dr. Marya Haryono, MGizi, SpGK, FINEM menyebut kebiasaan orang mengonsumsi jenis makanan tinggi gula, garam, lemak berkontribusi pada kejadian obesitas.
"Selain asupan makanan, kurangnya aktivitas fisik selama di rumah khususnya selama pandemi Covid-19 juga dapat menyebabkan lemak semakin menumpuk," ujar Dokter Marya.
Mereka dengan obesitas, menurut studi yang melibatkan karyawan, memiliki tingkat produktivitas yang berbeda jauh dengan orang dengan IMT normal. Orang yang obesitas sering izin karena sakit.
"Banyak yang usia muda terkaget-kaget. Dia datang (ke dokter) mau mengatur makan, ternyata dia sudah prediabetes atau diabetes yang kalau ditelusur karena pola hidup (tak sehat yang juga salah satunya memicu obesitas," katanya.
Oleh karena itu, Dokter Marya menekankan orang-orang termasuk kaum muda mencegah terkena obesitas, yakni melalui pengaturan keseimbangan energi dalam tubuh.
Upaya ini bisa dimulai dari mengetahui status gizi, mengatur pola tidur atau istirahat yang cukup, menerapkan pola aktivitas fisik yang kontinu dengan intensitas rendah sampai sedang serta mengatur pola emosi makan karena kebiasaan makan dengan jumlah berlebih dan cenderung memilih jenis makanan tidak sehat seperti tinggi gula, garam, dan lemak disebabkan oleh emosi.
Khusus pola makan, sebaiknya perhatikan jumlah, jenis, jadwal makan, dan pengolahan bahan makanan yang dianjurkan, yaitu jumlah sayur sebesar 2 kali lipat jumlah sumber karbohidrat dan protein.
Di sisi lain, Dokter Marya juga menganjurkan orang-orang memerhatikan label kemasan sebelum makan guna membatasi asupan gula, garam, lemak yang ada di makanan dan minuman. Hal ini meningkatkan kesadaran pada jumlah gula, garam dan lemak yang dikonsumsi setiap harinya.
Label kemasan setidaknya memuat empat informasi nilai gizi yaitu jumlah sajian per kemasan, energi total per sajian, zat gizi (lemak, lemak jenuh, protein, karbohidrat (termasuk gula)) dan persentase AKG (Angka Kecukupan Gizi) per sajian.
"Anak muda perlu melakukan pengelolaan ini sedini mungkin agar dapat melawan obesitas," kata dia.
Editor : Boby
Artikel Terkait