Lantas, bagaimana pandangan Psikolog Klinis Meity Arianty melihat aksi guyur air ini? Menurut Meity Arianty, saat ini hampir semua orang melakukan segala cara buat mendapatkan apa yang diinginkan, termasuk pengguna media sosial.
Di media sosial, ada yang menginginkan ketenaran, sekadar cari sensasi biar viral, mencari perhatian orang-orang, validasi diri lewat jumlah likes, untuk gaya-gayaan, melampiaskan sesuatu, cari uang, atau mempertontonkan kebodohan karena sudah tidak punya rasa malu. Artinya, seseorang menggunakan media sosial punya tujuannya tersendiri. Dan pada kasus aksi guyur air demi dapat duit yang dianggap sebagai bentuk ngemis cara baru, menurut Mei, bagian dari hilangnya adab, rasa syukur dan rasa malu.
"Saya melihat saat ini sebagian orang mulai tergerus 3 hal dalam hidupnya yaitu adab atau moralitas, rasa syukur, dan rasa malu. Begitu juga pada konten ngemis seperti itu," kata Mei pada MNC Portal, Senin (9/1/2023).
Dalam agama saja, lanjut Mei, meminta-minta itu dilarang, tapi di era seperti sekarang malah orang mempertontonkan itu lewat media sosial. "Bahkan, bukan hanya aksi ngemis yang terjadi di sana tapi juga eksploitasi manusia," tegas Mei. "Perilaku yang dilakukan terlihat mempertontonkan bullying ke diri sendiri dan ke orang lain jika pelakunya orang lain," tambahnya.
Makin parahnya lagi, banyak dari penonton live seperti ini merasa terhibur, menganggap aksi itu seru dan jadi hiburan. "Bingung saya," celetuk Mei. "Kalau menganggap aksi seperti itu seru dan menghibur, ada yang sakit dalam penglihatan atau cara berpikir orang tersebut," kata Mei.
Kenapa? Menurut Mei, menyukai konten penyiksaan atau mempermalukan orang lain itu bukan sesuatu yang normal. "Mana ada orang normal melakukannya," ungkapnya. "Jadi, masyarakat harusnya sudah lebih bijak dan kalau bukan kita yang pintar memilah berita atau tontonan, siapa lagi yang bisa mencerdaskan bangsa ini," terang Mei.
Editor : Boby
Artikel Terkait