Pada dasarnya pedagang kaki lima tidak menolak untuk pindah ke Pasar Proklamasi. Dengan catatan, pemerintah memberikan solusi atas harga jual kios yang tidak terjangkau kantong pedagang.
“Kalau kita dihadapkan dengan kondisi seperti ini, jangankan bayar (cicilan) satu bulan, satu hari pun sudah mikir. Kita bukan hewan, kita manusia. Kami setuju pindah, tapi jangan dibebani. Tolong Pemda bijaksana, lebih mementingkan rakyat. Nangis pedagang kecil ini,” imbuh Siti.
Pedagang juga menyesalkan keributan yang terjadi sebagai buntut dari relokasi. Keributan itu membuat pelanggan mereka enggan berbelanja ke pasar. Akibatnya, omzet mereka menurun.
“Sekarang yang belanja pada takut. Tidak ada yang belanja dari pagi. Yang belanja baru mulai mau ke pasar, dengar-dengar ada demo, pulang lagi. Yang ada kita susah.”
“Kalau sampai anarkis (ribut) seperti ini, kata saya, tidak bagus. Anarkis seperti ini karena di sana (pemerintah) tidak mengerti kita. Kayak kemarin (pedagang) yang di sana diobrak-abrik (direlokasi), mereka butuh makan, anaknya butuh jajan. Mereka (jadi) tidak jualan, (karena) dipindahkan ke sana, sedangkan mereka masih di sini. Dari mana penghasilan mereka?” katanya.
Editor : Boby
Artikel Terkait