Di Kathmandu, kerabat korban menunggu mayat-mayat dibawa dari lokasi kecelakaan. Otoritas penerbangan mencuit bahwa identifikasi resmi para korban belum dilakukan.
“Saya sedang menunggu mayat putra saya,” kata Maniram Pokhrel kepada Reuters dengan suara tercekat. Putranya, Utsav Pokhrel, 25, adalah kopilot pesawat itu.
Dioperasikan oleh perusahaan swasta Tara Air, pesawat itu jatuh di tengah cuaca mendung pada Minggu pagi dan puing pesawat baru terlihat pada Senin pagi oleh militer Nepal.
Tujuan pesawat itu adalah Jomsom, lokasi ziarah dan wisata yang populer, yang terletak sekitar 80 km sebelah barat laut Pokhara. Jarak ini biasanya ditempuh dengan penerbangan 20 menit.
Namun pesawat itu hilang kontak dengan menara kontrol Pokhara lima menit sebelum seharusnya mendarat, kata para pejabat maskapai tersebut.
Lokasi kecelakaan terletak dekat perbatasan Nepal dengan China, di wilayah di mana Gunung Dhaulagiri, puncak tertinggi ketujuh di dunia dengan ketinggian 8.167 meter, berada.
Situs pelacak penerbangan Flightradar24 menyatakan pesawat bernomor registrasi 9N-AET itu pertama kali terbang 43 tahun silam.
Kecelakaan udara bukan hal yang jarang terjadi di Nepal, lokasi delapan dari 14 gunung tertinggi di dunia, termasuk Everest, karena cuaca dapat berubah mendadak, membuat landasan udara di kawasan pegunungan itu menjadi berbahaya.
Pada awal 2018, sebuah pesawat US-Bangla Airlines dalam penerbangan dari Dhaka menuju Kathmandu jatuh saat mendarat dan terbakar, menewaskan 51 dari 71 orang di dalamnya.
Editor : Boby