Menjadi Perbincangan ! Menara Saidah Bekas Kantor Apa? Ini Sejarahnya

JAKARTA, iNewskarawang.id - Menara yang terletak di di Jalan MT Haryono, Jakarta terlihat sudah lama kosong bertahun-tahun. Sebelum ditinggalkan, Menara Saidah berfungsi sebagai pusat perkantoran.

Kini masih menjadi perbincangan Menara Saidah berkas kantor apa? Ini sejarahnya dan penjelasan lengkapnya.

Baca Juga

Menyala saat Maghrib hingga Mitos Kuntilanak Merah di Menara Saidah, Ini Fakta Mencengangkan !

Perlu diketahui Menara Saidah dibangun pada tahun 1995 sampai 1997 oleh kontraktor PT Hutama Karya. Sebelumnya gedung ini dikenal dengan nama Menara Drassindo. Dahulu Menara Saidah bekas kantor Kementerian Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia dan kantor Sekretariat Panitia Pemilihan Umum (PPU) tahun 1999.

Menara Saidah terdiri dari 24 lantai, 2 basement, dan 2 semi basement. Biaya pembangunan gedung ini menghabiskan dana mencapai Rp 100 miliar pada masa itu. Pada mulanya Menara Saidah merupakan milik PT Mustika Ratu atas nama Mooryati Sudibyo.

Kemudian kepemilikan gedung berpindah ke tangan anak kelima keluarga Saidah Abu Bakar Ibrahim yaitu Fahmi Setiawan melalui pelelangan pada tahun 1995.

Baca Juga

Yuk Intip Apa Saja Isi Menara Saidah yang Terkenal Angker Itu! 

Gedung tersebut mengalami banyak perombakan dan renovasi. Fahmi Setiawan juga menambah beberapa lantai. Peresmian Menara Saidah dilakukan pada tahun 2001.

Setelah Fahmi Setiawan meninggal, gedung ini berpindah tangan ke Fahmi Darmawansyah.

Menara Saidah tutup pada tahun 2007. Faktor keamanan menjadi alasan ditutupnya banguan tersebut. Konstruksi Menara Saidah miring dan tidak tegak membahayakan keselamatan penghuni gedung.

Baca Juga

Menguak 7 Misteri  Dibalik Menara Saidah yang Viral Menyala Merah, Ini Kisah Horornya 

Sejak awal konstruksi gedung sudah bermasalah. Namun, Suku Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) tidak memberikan penjelasan apapun. Hingga pada tahun 2012 gedung itu diserahkan kepada Polisi Sektor Cawang, Jakarta Timur untuk dilakukan pengawasan.

Editor : Frizky Wibisono