JAKARTA, iNewsKarawang.id - Terkait gugatan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i, pada hari ini, Selasa (28/2/2023) dijadwalkan diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Diketahui pemohon mengajukan gugatan itu pada 13 Januari 2023. Gugatan tersebut bernomor Nomor 4/PUUXXI/2023 itu sendiri dilakukan oleh seseorang bernama Herifuddin Daulay.
Dalam gugatannya yang terdaftar di MK, Herifuddin mengaku telah memperkuat kedudukan hukum dalam mengajukan pengujian.
Ia mengatakan, pemohon terhalang karena tidak dapat memilih presiden dan wakil presiden yang telah terbukti memiliki kompetensi yang baik. Menurutnya, memilih presiden dan wakil presiden merupakan upaya bela negara.
Sehingga ia meyakini telah memenuhi semua persyaratan Pasal 4 ayat (2) PMK Nomor 2 Tahun 2021 karena memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan pengujian.
"Sesuai anjuran atau masukan dari Majelis Hakim sudah disederhanakan dengan menggunakan tiga norma. Dan terdapat penambahan norma pengujian yakni Pasal 1 ayat (2), Pasal 6 ayat (1), Pasal 27 ayat (3), Pasal 36 dan Pasal 4 ayat (1),” kata Herifuddin dikutip dalam gugatannya.
Menurut Herifuddin, pemohon merasa telah dirugikan hak konstitusionalnya akibat berlakunya norma Pasal 7 UUD 1945 mengenai adanya pembatasan pribadi jabatan Presiden hanya boleh mendaftar dan atau terpilih untuk 2 (dua) kali masa jabatan.
Kerugian tersebut, menurut Herifuddin, bahwa orang yang kompeten untuk jabatan Presiden hanya sedikit, sehingga pembatasan tersebut akan mengakibatkan pemimpin yang terpilih adalah orang yang tidak berkompeten.
Adapun peraturan tambahan berupa Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i pada UU Pemilu, kata Herifuddin, menjadi pokok dasar dari adanya pembatasan pribadi jabatan calon Presiden dan atau Wakil Presiden untuk menjabat lebih dari 2 (dua) kali masa jabatan baik secara berturut-turut maupun berselang.
Sehingga, Herifuddin menyebut bahwa pembatasan jabatan Presiden justru lebih besar mudarat ketimbang manfaatnya sehingga norma yang mengatur pembatasan jabatan Presiden dan Wakil Presiden yang hanya 2 (dua) kali masa jabatan harus dihapus.
"Dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Mahkamah mengabulkan permohonan untuk menyatakan Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujarnya.
Editor : Boby