Selama bekerja di Arab Saudi, Imas selalu memimpikan bisa kembali ke kampung dan bekerja di negara sendiri. Sebesar apapun gaji bekerja di luar negeri, tak senyaman tinggal dan bekerja di negara sendiri.
Imas memutuskan kembali ke Indonesia setelah rumahnya terbangun, kemudian dia mengabdikan diri sebagai guru diniyah (sekolah berbasis agama) yang kadang digaji, kadang dibayar seikhlasnya. Baginya, bekerja mengajar murid-murid seikhlasnya sebagai ladang amal ibadah.
Bekerja sebagai TKI di Riyadh membuatnya fasih berbahasa Arab. Pelajaran ini yang diajarkannya kepada murid-murid.
Hari ketiga setelah gempa, Imas dan puluhan, bahkan ratusan warga di Kampung Rawacina menantikan bantuan, utamanya hunian, karena hampir 90 persen permukiman warga rusak parah diguncang gempa.
Hampir semua penyintas gempa sudah mendapat distribusi logistik berupa beras, mi instan, susu, minyak goreng dan bahan makanan lainnya. Namun warga masih hidup dalam keprihatinan. Mereka belum bisa bebas mandi, cuci kakus, karena aliran air mati di wilayah tersebut, tidak ada penerangan dan pakaian ganti.
Imas bercerita pernah ingin mengambil pakaian ganti dari dalam rumahnya, namun pintu kamarnya tidak bisa terbuka, ditambah gempa susulan yang terjadi Rabu (23/11) dengan magnitudo 3,9 menambah parah kerusakan rumahnya.
Sudah tiga hari pula Imas masih mengenakan baju seadanya. Ia dan warga lain menjalani hari dengan kepasrahan sambil menunggu bala bantuan.
Imas mengaku belum mendapatkan informasi terkait bantuan gempa bagi warga yang rumahnya ambruk apakah akan dapat diganti atau tidak. Namun, ia berharap bisa membangun kembali rumahnya dan menjalani hidup seperti sedia kala seperti sebelum diguncang gempa.
Editor : Faizol Yuhri