Selesai rapat, Imas duduk di lantai ruang Paud yang menerapkan konsep belajar tidak menggunakan meja dan kursi itu. Di tengah istirahatnya, gempa menerjang seperkian detik disusul lampu mati dan bangunan sekolah ambruk.
“Dalam hati bersyukur, untungnya anak-anak sudah saya suruh keluar duluan sebelum gempa terjadi. Jadi tidak ada murid-murid saya yang ketimpa bangunan sekolah,” ucapnya lirih.
Keselamatan murid-muridnya itu yang membuat hatinya lega, dan menguatkan diri untuk melawan keadaan, berjuang keluar dari reruntuhan.
Tak lama ketika berusaha untuk menggali puing-puing reruntuhan guna mencari jalan keluar dari bangunan sekolah, Imas mendengar suara suaminya memanggil namanya.
Panggilan suami disahut oleh Imas, memberitahukan dirinya baik-baik saja dan sedang berupaya mencari jalan keluar.
Imas kemudian bergerak menuju cahaya putih yang dilihatnya tadi. Cahaya itu menuntunnya bergerak ke arah dinding belakang bangunan sekolah. Dari luar bangunan tangan suaminya meraih tangan Imas hingga keduanya kembali berkumpul bersama kedua putrinya.
Trauma dan kedukaan Imas tak berhenti sampai di situ, setibanya di rumah bercat kuning yang ia bangun bersama suami hasil bekerja sebagai buruh migran di Arab Saudi ditemui dalam kondisi separuh bangunan ambruk, menyisakan retakan yang tidak aman untuk ditinggali.
Konsep pasrah yang telah ia sematkan di hati ketika berada di reruntuhan, tersemat di hati hingga ikhlas menerima takdir. Baginya, yang terpenting suami dan anak-anaknya selamat.
“Mau gimana lagi, yang penting selamat dululah, rumah udah hancur ya mau gimana lagi,” ucapnya.
Seperti kebanyakan warga kampungnya bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI), Imas dan suami sebelumnya pernah bekerja di salah satu rumah keluarga Arab. Ia menjadi asisten rumah tangga, sedangkan suaminya bekerja sebagai sopir.
Di wilayahnya tersebut kata Imas banyak warga yang berprofesi sebagai TKI atau buruh migran. Hasil bekerja sebagai TKI, Imas dan suami berhasil menabung uang lebih dari Rp100 juta. Uang tersebutlah yang digunakan untuk membangun rumah di kampung halaman.
Editor : Faizol Yuhri