JAKARTA, iNewsKarawang.id - Isu resesi 2023 belakangan ini marak diperbincangkan masyarakat hingga dibuat panik perihal ini.
Padahal, menurut akademisi dan praktisi bisnis Rhenald Kasali, pada 2020 dunia sudah melewati masa resesi.
Selama pandemi Covid-19, kata Rhenald Kasali, tercatat saat itu pertumbuhan ekonomi mengalami kemunduran selama 3 kuartal berturut-turut.
Rhenald Kasali mengemukakan, selama pandemi Covid-19, bangsa mana yang tidak mengalami resesi? hampir semuanya mengalami. Karena harus meningkatkan hutang, jadi menggunakan strategi defisit pendapatan yang berkurang.
"Namun spendingnya harus ditingkatkan. Demi menyelamatkan rakyatnya," katanya dalam video yang diunggah pada laman YouTube pribadinya, dikutip Okezone Senin (24/10/2022).
Resesi kali ini terdengar menakutkan karena banyak tokoh publik ikut membahas, yang kemudian disalah artikan oleh sebagian orang.
“Resesi ini sekarang menjadi sangat menakutkan karena disampaikan juga oleh tokoh-tokoh publik, dan kemudian diterjemahkan oleh sejumlah orang bahkan dikatakan akan terjadi PHK massal besar-besaran,” bebernya.
Oleh karena itu, guru besar bidang Ilmu manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini berpesan kepada masyarakat untuk tidak panik, dan tidak salah menejermahkan arti dari resesi tersebut.
Sebagai contoh, para contoh publik menyarankan untuk menahan uang, jangan dulu berinvestasi, dan memotong biaya pemasaran.
Para penjual juga diminta untuk tidak memiliki stok dalam jumlah besar, karena penjualan online pasti akan terganggu
”Kalaupun beli mereka akan beli yang murah-murah, tidak akan melakukan pembelian dalam jumlah yang cukup,” terang Rhenald.
Menurutnya, hal ini bertentangan dengan prinsip berbisnis.
Strategi negara tidak selalu bisa diterjemahkan ke dalam bisnis, karena keduanya merupakan hal yang berbeda.
Resesi adalah terminologi dalam makro ekonomi yang berlaku untuk skala negara, ruang lingkupnya besar.
Sedangkan bisnis berjalan dalam landasan berbeda, yaitu mikro yang ruang lingkupnya perusahaan.
Rhenald tampak menyayangkan banyak tokoh publik yang terkesan mendramatisir hal ini.
“Apalagi kemudian ada yang mendramatisasi mengatakan ‘percaya deh omongan gue, yang miskin tambah miskin, yang susah tambah susah,’ ya jangan begitu,” jelasnya.
Jadi sebaiknya masyarakat tetap hati-hati dan diharap untuk mempelajari lebih jauh mengenai resesi, agar tidak salah mengartikan.
“Terjemahan ‘tahan uang, jangan spending’ ini justru akan mengakibatkan kita memasuki era yang disebut depresi. jadi dari resesi, depresi, stagnasi, stagflasi. Jadi, jangan overthinking, jangan melebih-lebihkan, kuasai dulu pengertiannya,” pungkasnya.
Editor : Boby