Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di ibu kota Kolombo sejak awal Maret lalu telah bergerak cepat meningkatkan pemantauan kondisi 340 warga negara Indonesia di Sri Lanka dan melangsungkan pertemuan dengan sebagian diantara mereka.
Hal ini mengantisipasi terjadinya pergolakan politik akibat krisis ekonomi ini.
Konselor KBRI di Kolombo Heru Prayitno menyebutkan, sejauh ini belum ada rencana untuk mengeluarkan pengumuman evakuasi wajib karena situasi masih terkendali dan dikelola dengan baik.
“WNI kita juga baik-baik saja dan dapat memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup secara layak, dan yang paling penting WNI sendiri memandang evakuasi bukan pilihan saat ini,” terangnya saat diwawancarai melalui telepon Senin (11/7/2022) pagi, dikutip VOA.
Namun demikian ia menggarisbawahi kesiapan KBRI di Kolombo untuk memfasilitasi, mendukung dan membantu sepenuhnya jika ada WNI yang memutuskan untuk meninggalkan Sri Lanka untuk sementara waktu.
Dia mengatakan KBRI juga senantiasa memonitor dan berkomunikasi lewat WhatsApp Group, pengumuman di situs KBRI, pertemuan langsung maupun tidak langsung, serta menyebarluaskan nomor telpon atau hotline darurat jika diperlukan. Sebagian besar dari 340 WNI yang bekerja dan menetap di Sri Lanka berada ibu kota Kolombo.
Sejauh ini WNI di Sri Lanka diminta untuk menjauhi dan tidak terlibat dalam aksi-aksi unjukrasa, serta membatasi perjalanan kecuali untuk hal-hal yang esensial.
Diketahui, ratusan ribu warga Sri Lanka mengepung dan merangsek ke kediaman Presiden Gotabaya Rajapaksa dan Perdana Menteri (PM) Ranil Wickremesinghe pada Sabtu lalu (9/7/2022) di Galle Face Green di ibu kota Kolombo, dan terus bertahan hingga Senin (11/7/2022), meskipun kedua pemimpin itu sudah menyampaikan kesiapan mereka untuk mengundurkan diri pada Rabu nanti (13/7/2022).
Inilah puncak kemarahan warga karena berlarut-larutnya krisis ekonomi yang memicu kenaikan harga kebutuhan pokok dan kelangkaan BBM, dan mendorong inflasi hingga 40% Juni lalu.
Editor : Boby