KARAWANG, iNEWSKarawang.id – Kasus tuberkulosis (TBC) di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, terus meningkat tajam dalam lima tahun terakhir. Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Karawang menunjukkan lonjakan signifikan sejak 2020 hingga 2024.
Kepala Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (P2P) Dinkes Karawang, dr. Yayuk Sri Rahayu, menyebutkan penemuan kasus TBC naik dari 4.399 kasus pada 2020 menjadi 5.414 kasus pada 2021. Angka tersebut melonjak menjadi 8.167 kasus pada 2022, 12.868 kasus pada 2023, dan mencapai 13.733 kasus pada 2024.
Adapun pada 2025, data hingga September mencatat 9.224 kasus. Yayuk menegaskan bahwa penurunan sementara ini belum dapat dianggap sebagai tren.
"Dengan rata-rata penambahan 1.024 kasus per bulan, perkirakan total kasus TBC pada akhir 2025 bisa mencapai 12.000 hingga 13.000 kasus," ungkap Yayuk. Selasa,(18/11/2025).
Kenaikan juga terjadi pada angka kematian akibat TBC. Pada 2020 tercatat 54 kematian, meningkat menjadi 127 kasus pada 2021, 136 kasus pada 2022, dan 188 kasus pada 2023. Lonjakan terbesar terjadi pada 2024, mencapai 305 kematian.
"Data 2025 masih dihimpun dan belum menunjukkan kecenderungan tertentu," ucapnya.
Menurut Yayuk, target eliminasi TBC pada 2030 menghadapi berbagai kendala, mulai dari keterbatasan tenaga kesehatan, sarana prasarana, minimnya fasilitas layanan, efisiensi anggaran, hingga berakhirnya hibah USAID. Namun ia memastikan layanan pengobatan tetap berjalan.
“Pasien tetap mendapat pengobatan gratis. Obat Anti TB disediakan Pemerintah dan Global Fund. Penghentian hibah tidak menghentikan layanan, meski efisiensi operasional bisa terdampak,” kata Yayuk.
Untuk menekan risiko TBC berat dan kematian, Dinkes Karawang terus mendorong pemberian vaksin BCG pada bayi baru lahir. Vaksin ini efektif mencegah TBC berat seperti meningitis TBC serta memberikan perlindungan tambahan terhadap infeksi bakteri lain.
Meski tidak sepenuhnya mencegah infeksi, vaksin BCG dapat mengurangi risiko sakit berat. Layanan vaksin tersedia di Puskesmas, Posyandu, rumah sakit, dan klinik.
“Deteksi dini, pengobatan tuntas, dan terapi pencegahan tetap menjadi kunci karena perlindungan pada orang dewasa lebih terbatas,” pungkasnya.
Editor : Frizky Wibisono
Artikel Terkait
