KARAWANG, iNewskarawang.id - Pelaksanaan Mutasi-Rotasi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Karawang pada Sabtu, (30/12/2023) menuai pro-kontra. Anehnya, dua praktisi hukum di Karawang memberikan pendapat berbeda mengenai pelaksaan mutasi yang diselenggarakan pada hari libur ini.
Selain dilaksanakan pada hari libur, mutasi ini juga melibatkan sejumlah pejabat yang belum genap 2 tahun sudah kembali terkena mutasi-rotasi.
Ketua PERADI Karawang, yang juga sebagai Pengamat kebijakan pemerintah, Asep Agustian mengkritisi keras mutasi rotasi kali Ini. Ia menilai pelaksanaan mutasi kali ini merupakan yang terburuk sepanjang sejarah di Pemkab Karawang.
Pelaksanaan mutasi-rotasi yang digelar di Aula Husni Hamid Pemda Karawang, Sabtu (30/12/2023), dinilainya jauh dari profesional dan proporsional, apalagi waktu pelaksanaan rotasi mutasi dilakukan di hari libur kerja, yakni Sabtu.
Tak hanya itu, Asep Agustian juga menilai mutasi rotasi kali ini penuh dengan syahwat kepentingan Bupati H. Aep untuk Pilkada 2024 mendatang.
“Hari Sabtu itu hari libur kerja ASN, mungkin mereka mau liburan atau apapun, tapi ya kembali lagi pada yang punya kebijakan dan kuasa kan bupati. Saya hanya heran saja, tapi ya terserah bupatilah, namun hari kerjanya harus tambah bukan lagi dari Senin-Jumat tapi Senin sampai Sabtu,” sindir Askun, sapaan akrab Asep Agustian, Minggu (31/12).
Askun juga menilai kebijakan rotasi mutasi ini jauh dari profesional dan proporsional karena melibatkan pejabat yang baru saja dimutasi dua atau tiga bulan tetapi sekarang dimutasi lagi.
“Apakah itu sudah profesional dan proporsional? Apakah kebijakan pejabat yang baru dimutasi dua bulan lalu dipindahkan lagi itu sudah objektif penilaiannya? Jangan-jangan ini berdasarkan subjektif atas dasar suka dan tidak suka terhadap seseorang,” tegas Askun yang juga Ketua DPC Peradi Karawang ini.
“Kalau ini berdasarkan demi syahwat kepentingan atau syahwat tidak suka terhadap seseorang berarti ini kan subyektif,” lanjutnya.
Askun melanjutkan, sesuai ketentuan Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) melarang Kepala Daerah memberhentikan atau memindahkan seorang pejabat yang menduduki jabatannya belum genap dua tahun.
“Jadi Kita tidak boleh memberhentikan atau memutasikan pejabat sebelum dua tahun dia bekerja,” tandasnya.
Lebih lanjut, Askun menjelaskan, “UU ASN yang berlaku sejak 15 Januari 2014 mengatur tentang penempatan pejabat. Pejabat bisa dimutasi jika yang bersangkutan sudah bekerja selama dua tahun. Namun selama itu, setiap tahun kinerja pejabat itu dinilai,” ujarnya.
“Jika pejabat yang kinerjanya bagus dalam dua tahun tidak boleh diganti. Sebaliknya bila dalam setahun kinerjanya buruk, maka diberikan kesempatan enam bulan untuk perbaikan. Apabila dalam enam bulan itu masih tetap buruk, maka bisa diturunkan satu tingkat dari jabatan awal,” bebernya.
Jika dalam praktiknya, Kepala Daerah tetap nekat memberhentikan atau memutasikan pejabat sebelum dua tahun, aparaturnya bisa melaporkan masalah ini ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
Askun merasa heran dimana letak penilaiannya yang benar bila seseorang baru dipindah lalu dipindahkan lagi. Selain itu pemindahan seseorang juga dinilai tidak korelatif dengan bidangnya selama ini.
“Ada seseorang yang lama tugas di situ sampai melotok dan ingin perbaiki kinerja OPD-nya kemudian dipindah ke OPD yang berbeda dengan kompetensinya selama ini,” ucapnya.
Askun berdalih apa yang ia kritisi bukan karena ada pesanan atau ketidaksukaan terhadap bupati atau Baperjakat tetapi apakah semua stakeholder difungsikan dalam hal rotasi mutasi.
“Saya kaget ada rotasi mutasi seperti ini, edan apa-apaan ini semua, saya kecewa rotasi mutasi seperti ini,” cetusnya.
Dengan tegas Askun menyebut bahwa rotasi mutasi kali ini adalah yang terburuk sepanjang sejarah yang pernah terjadi di lingkungan Pemkab Karawang.
“Segoblok-gobloknya saya, saya pernah jadi GM sebuah perusahaan yang tentunya harus menempatkan seseorang kapasitasnya bukan karena atas dasar suka dan tidak suka,” pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Pusat Studi Konstitusi dan Kebijakan (PUSTAKA), Dian Suryana menilai mutasi dan rotasi sudah sesuai aturan. Pasalnya, ada Surat Edaran Menteri PANRB No. 19/2023 tentang Mutasi/Rotasi Pejabat Pimpinan Tinggi yang Menduduki Jabatan Belum Mencapai Dua Tahun. Surat edaran tersebut menjadi dasar bagi kepala daerah untuk mutasi dan rotasi dengan pertimbangan kinerja.
"Terlebih Bupati Aep hanya punya kesempatan beberapa bulan lagi untuk menyelesaikan pekerjaan rumah (PR), soal infrastruktur, pengangguran, stunting dan lainnya. Sehingga dibutuhkan tim yang kompeten, loyal berkinerja baik untuk menyelesaikannya PR di sisa masa jabatan,"ujarnya.
Ditambahkan, secara moril dan politik bupati punya tanggungjawab yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Sehingga mutasi dan rotasi sifatnya menjadi urgen dalam upaya mengakselerasi pembangunan. Disisi lain selain Surat Edaran, UU ASN dan PP No. 30/2019 mengatur tentang Penilaian Kinerja PNS juga mengatur bahwa hasil penilaian kinerja PNS digunakan untuk menjamin objektivitas dalam pengembangan PNS, dan dijadikan sebagai salah satu persyaratan mutasi jabatan.
"Fokusnya pada kinerja. Aturan tersebut memberikan ruang kepada Bupati untuk mutasi dan rotasi guna mengantisipasi potensi kegagalan pencapaian kinerja dan memastikan agenda pembangunan tercapai sesuai rencana,"ujarnya.
Ditegaskan, diperbolehkannya mutasi-rotasi bagi pejabat yang belum genap 2 tahun harus dimaknai sebagai upaya akselerasi program pembangunan, dengan indikator penilaian berbasis kinerja. Bukan didasarkan pada subjektivitas.
"Waktunya memang terbilang singkat. Namun publik berharap pejabat hasil mutasi rotasi mampu menjawab tantangan, kebutuhan menyelesaikan program pembangunan," tegasnya.
Editor : Frizky Wibisono
Artikel Terkait