JAKARTA-iNewsKarawang.id
BPS mencatat sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh 1,46% secara y-on-y dan 1,61% secara quarter-to-quarter (q-to-q).
Berdasarkan data BPS tersebut sektor pertanian menjadi salah satu sektor yang penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Kini para kelompok petani juga mengubah sistem pertaniannya. Kelompok petani melalui pembelajaran sekolah lapang yang berhasil menggeser paradigma pertanian konvensional ke arah pertanian organik.
Ketua Gapoktan Rahayu Sutikno mengakui adanya perbedaan yang signifikan antara hasil panen pertanian organik dibanding metode konvensional.
“Dulu sebelum melaksanakan pertanian organik, kami hanya bisa paling banyak panen 2 ton/hektar. Saat ini di musim pertama pertanian organik kami mampu panen rata-rata 7 ton/hektar,” ungkap Sutikno.
Pria yang akrab dipanggil Pak Wo Tik ini mendukung penerapan program ini dengan menjadikan lahan bengkoknya untuk dijadikan sebagai salah satu demonstration plot pertanian organik yang menjadi pusat pembelajaran bersama bagi seluruh anggota gapoktan.
Tak hanya itu, Pak Wo Tik juga menyediakan lahan pribadinya untuk kemudian difungsikan untuk pembangunan rumah kompos yang menjadi sentra pembelajaran.
Pola pertanian tradisional dengan pemakaian pupuk dan pestisida kimia berlebihan telah berpengaruh terhadap keseimbangan lingkungan yang kemudian juga berimbas terhadap produktivitas pertanian di Desa Rahayu, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban Jawa Timur.
Untuk itu dilakukan sistem swasembada pupuk melalui pengelolaan sistem Rumah Kompos (Rumpos) berbasis kelompok dengan sistem pola transaksi barter komoditas bahan limbah organik (kotoran ternak, hijauan, hama keong, dll) dengan produk pupuk kompos siap pakai yang dilakukan Pertamina EP Sukowati Field.
Program ini juga mengembangkan akses-akses irigasi berbasis BUMDes untuk menjawab pertanian sistem tadah hujan yang tidak bertahan di saat musim kemarau tiba.
GM Zona 11 Muzwir Wiratama mengatakan sektor pertanian berperan penting dalam kehidupan, pembangunan, dan perekonomian Indonesia. Sebagai negara agraris, sektor pertanian mampu melestarikan sumber daya alam, memberi hidup dan penghidupan, serta menciptakan lapangan pekerjaan.
“Untuk menjaga keberlanjutan dan mendukung pemerintah menciptakan ketangguhan sektor pertanian di Indonesia," katanya.
Sistem pengelolaan Rumpos tidak hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan produk bahan pertanian, sistem ini juga mencakup pengorganisasian kelompok petani melalui pembelajaran sekolah lapang yang berhasil menggeser paradigma pertanian konvensional ke arah pertanian organik khususnya metode SRI yang mengembangkan pemanfaatan potensi sumber daya lokal dan pemanfaatan limbah organik sebagai bahan utama perbaikan dan peningkatan kesuburan tanah.
Penerapan program ini sebagai bentuk upaya perbaikan tanah lahan pertanian serta perbaikan rantai ekosistem pada lahan pertanian. Rantai ekosistem yang telah terputus akibat optimalisasi pemakaian pupuk dan pestisida kimia, kini mulai kembali.
Perbaikan rantai ekosistem ditandai dengan munculnya musuh-musuh alami pada lahan pertanian. Munculnya musuh-musuh alami pada lahan pertanian adalah sebagai bentuk pengendalian hama secara biologi, yang dengan kata lain inovasi ini turut mengembalikan keanekaragaman hayati.
Selain pemanfaatan limbah organik, program ini juga mengembangkan pemanfaatan sulfur yang diolah menjadi bahan bangun material pembuatan rumah kompos. Pemanfaatan sulfur ini menjadi salah satu upaya pengurangan timbunan sulfur sebagai solusi pencegahan permasalahan lingkungan bagi masyarakat.
Field Manager PEP Sukowati Field Totok Parafianto mengatakan Program Prabu Kresna berhasil menjawab permasalahan krisis pupuk sebagai isu nasional saat ini, melalui sistem swasembada pupuk yang berbasis pada pengelolaan sistem Rumah Kompos (Rumpos) dengan pola transaksi natura.
Penerapan program ini berhasil melakukan perbaikan lingkungan khususnya pada aspek perbaikan tanah lahan pertanian serta perbaikan rantai ekosistem pada lahan pertanian, serta berdampak pada aspek sosial, ekonomi, dan kesejahteraan.
“Pemanfaatan limbah-limbah yang ada serta penerapan efisiensi sumber daya sebagai bentuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim,” ujarnya.
Dampak dari program ini adalah peningkatan pendapatan petani gurem rata-rata Rp5,3 juta, petani lahan Rp22 juta dan buruh tani Rp8,8 juta per musim tanam.
Selain itu dampak lingkungan terdapat pemanfaatan limbah kotoran ternak rata-rata 5 ribu kg/bulan sebagai bahan utama pembuatan kompos dan pengurangan 400 kg pupuk kimia/Ha/musim tanam yang meminimalisasi potensi terjadinya residu pada lahan pertanian seluas 1 Ha.
Editor : Boby
Artikel Terkait