China dan Belarusia Dukung Penuh Akhiri Perang di Ukraina

Susi Susanti/ Boby
Presiden Belarusia dan Presiden China bertemu mendukung perdamaian Ukraina (Foto: AFP)

CHINA, iNewsKarawang.id - Presiden China dan pemimpin Belarusia Alexander Lukashenko, sekutu dekat Rusia Vladimir Putin telah menyatakan kepentingan ekstrem mereka dalam resolusi damai di Ukraina.

Pernyataan itu dikeluarkan setelah keduanya melakukan pertemuan di Beijing, China.

"Negaranya mendukung penuh rencana Beijing untuk mengakhiri perang di Ukraina,"ungkap Lukashenko.

Diketahui Chna mengumumkan rencana pembicaraan damai pekan lalu, menyerukan penghormatan terhadap kedaulatan nasional

Kunjungan itu dilakukan beberapa hari setelah China mengirim diplomat utamanya Wang Yi untuk bertemu dengan Putin.

Pertemuan Lukashenko dan Xi juga bertepatan dengan kunjungan Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Antony Blinken ke negara-negara Asia Tengah untuk membahas perang Ukraina.

Kantor berita milik negara Belarusia, Belta melaporkan pada Rabu (1/3/2023), China dan Belarusia menyatakan keprihatinan yang mendalam tentang konflik tersebut dan kepentingan yang ekstrem dalam pembentukan perdamaian secepat mungkin di Ukraina.

Lukashenko telah membantu pemimpin Rusia itu dalam perangnya di Ukraina, dan para pengamat telah melihat perjalanannya ke Beijing sebagai tanda lain dari kedekatan China dengan Rusia dan sekutunya

Pemimpin Belarusia itu juga memuji rencana perdamaian China. Dokumen yang berisi 12 poin itu mendesak penghormatan terhadap kedaulatan semua negara. Dokumen itu didak secara khusus mengatakan Rusia harus menarik pasukannya dari Ukraina dan mengutuk penggunaan sanksi sepihak, sebuah kritik implisit terhadap sekutu Barat Ukraina.

"Lukashenko mendukung penuh inisiatif keamanan internasional yang telah Anda kemukakan,” terang pernyataan yang dikeluarkan oleh para pembantunya.

"Keputusan politik harus ditujukan pertama dan terutama untuk mencegah terjadinya konfrontasi global yang tidak akan menghasilkan pemenang,” ujarnya kepada Xi.

Menurut dokumen pertemuan China dengan Belarusia, pemimpin China menyerukan untuk membuang semua mentalitas Perang Dingin.

Dalam pertemuan itu, Xi menambahkan bahwa negara-negara harus berhenti mempolitisasi ekonomi dunia dan melakukan hal-hal yang akan membantu gencatan senjata, penghentian perang, dan resolusi damai.

Kunjungan tiga hari Lukashenko dilakukan setelah China meningkatkan status hubungannya dengan Belarusia pada September tahun lalu, beberapa bulan setelah perang Ukraina.

Pernyataan kementerian luar negeri China menggambarkan hubungan mereka sebagai ‘kemitraan strategis komprehensif segala cuaca’, istilah langka yang hanya digunakan untuk satu negara lain - Pakistan.

Menurut analisis Pengawasan BBC, ini berarti Belarusia menempati peringkat sangat tinggi dalam hierarki hubungan internasional China, tepat di bawah Rusia.

Belarusia telah menjadi sekutu utama Rusia sejak awal konflik ketika mengizinkan Moskow untuk menggunakan perbatasan Belarusia dengan Ukraina sebagai landasan peluncuran serangan ke Kyiv, yang akhirnya gagal.

Sedangkan China berusaha tampil netral dengan menyatakan dukungan untuk kedaulatan dan hak atas keamanan nasional, yang merupakan kepentingan masing-masing Ukraina dan Rusia.

Tetapi Beijing juga menolak mengutuk Moskow dan mendukung upaya perang mereka secara tidak langsung. Media pemerintah China secara aktif menyebarkan pandangan Rusia tentang perang, menurut berbagai analisis.

Kunjungan Lukashenko pada Rabu (1/3/2023) itu berlangsung saat AS melakukan hubungan diplomatiknya sendiri. Blinken diketahui berkeliling Kazakhstan dan Uzbekistan. Dalam pidatonya di Uzbekistan, dia mencatat bahwa perang telah menimbulkan keprihatinan mendalam di seluruh kawasan dan menekankan komitmen AS terhadap kedaulatan.

"Lagipula, jika sebuah negara yang kuat bersedia untuk mencoba menghapus perbatasan tetangga yang berdaulat secara paksa, apa yang menghentikannya melakukan hal yang sama kepada orang lain? Negara-negara di seluruh Asia Tengah memahami hal ini,” katanya.

Kelima negara Asia Tengah tersebut merupakan bekas anggota Uni Soviet yang memiliki hubungan dagang dengan Rusia dan China. Tetapi mereka sebagian besar tetap netral selama perang, mematuhi sanksi Barat dan menyatakan kegelisahan atas invasi Rusia ke Ukraina, juga negara bekas Soviet.

Di sisi lain, rencana perdamaian China ditanggapi dengan ketidakpercayaan umum di Barat.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan dia setuju dengan beberapa bagiannya dan mengatakan itu adalah tanda kesediaan China untuk terlibat. Beijing sejauh ini belum secara terbuka menanggapi seruan Zelensky untuk mengadakan pertemuan puncak.

Editor : Boby

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network