get app
inews
Aa Text
Read Next : Presiden Prabowo Harap AS dan China Segera Capai Kesepakatan Dagang

Pengamat Sebut Hadapi Tarif Trump, RI Harus Siapkan Langkah Politik Bukan Sekadar Negosiasi

Kamis, 10 April 2025 | 14:26 WIB
header img
RI Butuh Langkah Politik Sikapi Tarif Trump. (Foto: Okezone.com)

JAKARTA, iNewsKarawang. id-Tarif impor yang dikenakan Presiden AS Donald Trump lebih kuat nuansa politik dibanding ekonomi. 

Guru Besar Ilmu Ekonomi, Didik J Rachbini menilai hal itu seiring dengan tarif impor untuk Indonesia sebesar 32 persen. 

Didik berharap respons pemerintah terhadap keputusan Trump setara dengan politik juga. 

“Sekarang dalam situasi terguncang-guncang dan gonjang ganjing karena ulah satu orang yang berkuasa (langkah politik) yang berlaku bukan lagi teori ekonomi tetapi politik,” tulis Didik yang juga Rektor Universitas Paramadina, Kamis (10/4/2025).

Memang, kata Didik, sejatinya 80% atau lebih dari ekonomi adalah politik. Sebaliknya, dua pertiga atau lebih dari politik adalah ekonomi.  

Karena itu, analisa teori ekonomi dari pendirinya Adam Smith adalah analisa ekonomi politik, yakni bagaimana kekayaan diciptakan, disistribusikan dan dipengaruhi secara politik dan ekonomi  antara pelaku ekonomi individu, pasar dan pemerintah.

Menurut Adam Smith kesejateraan bisa terwujud karena interaksi  pelaku individu, pasar dan pemerintah.   Sistem Merkantilisme yang mengutamakan proteksi dan intervensi negara tidak akan menciptakan kesejahteraan masyarakat sehingga perdagangan antar negara juga semestinya berlaku atas asas keuntungan komparatif dan kompetittf masing-masing negara sehingga keduanya dapat saling mengambil keuntungan secara sendiri masing-masing dan secara bersama.

Namun demikian, lanjut Didik, teori ini tidak berlaku lagi pada masa sekarang di mana politik adalah panglima yang menentukan kebijakan ekonomi, meskipun menabrak asas hukum ekonomi yang seharusnya berlaku.  

“Jadi betul Menteri Keuangan ketika berbicara berbicara di hadapan ekonom, anggota ISEI dan asosiasi. Pengusaha bahwa asas, hukum dan teori ekonomi tidak bisa dipakai lagi.   Kebijakan ekonomi tidak lagi memadai atau bahkan bisa lagi diandalkan untuk menghadapi lengkah politik presiden Amerika Serikat ini,” ujarnya. 

Lalu untuk apa kita membuat kebijakan ekonomi terhadap masalah ekonomi, yang akarnya adalah politik dan tgerjadi di dalam sistem dan proses politik?  

Karena itu, Didik berharap respons kebijakan pemerintah adalah menukik ke akar masalahnya yakni politik.  Karena itu, mari kita beranjak masuk ke siklus kebijakan politik untuk merepons masalah-masalah ekonomi yang terjadi karena praktek kebijakan politik yang tidak berbasis asas dan hukum ekonomi. 

Pertama adalah antisipasi politik dan kebijakan pada level kesadaran (cognitive) dan para pengambil keputusan, dunia usaha dan masyarakan luas. 

“Kita harus menyadari dan menerima kenyataan pahit dan rasa campur aduk bahwa proses politik dan demokrasi bisa mendadak menghasilkan orang aneh seperti Donald Trump.  Produk turunannya adalah politik juga, yang tiba-tiba membuat kebijakan yang tidak masuk nalar teori dan asas hukum ekonomi.  Seluruh tatanan ekonomi dan perdagangan dunia yang didasarkan pada asas dan hukum ekonomi sudah dengan sendirinya roboh dan ambruk karena politik dan secara politik sah di negara demokrasi seperti Amerika Serikat,” ujarnya. 

Kemudian setelah menyadari masalah ini, pemerintah dalam hal ini presiden harus mengambil jalan politik juga karena akar masalah dari masalah ini adalah politik.  Pasalnya, akibat dan dampak dari tarif Trump ini sudah pasti terjadi. Ekspor Indonesia ke  Amerika Serikat sekitar 11-13% dari total ekspor ke seluruh dunia, bagian ini yang akan terkena dampak langsung. Andaikan ke depan ekspor ke AS ini terkena dampak penurunan sekitar 30%, maka dampaknya terhadap total ekspor Indonesia sekitar 3-4%. 

“Porsi inilah yang harus segerfa digantikan dengan pasar baru dan kesepakatan baru dengan negara-negara lain, yang juga terkena dampaknya,” ujarnya. 

Karena itu, Indonesia sebagai negara besar perlu melakukan konsolidasi politik membuat poros ketiga Bersama Asean, Asia Timur (Jepang, Korea Selatan, Taiwan), India. 

Amerika Latin (Brazil, Meksiko). Sejatinya dan secara politik kesintingan Trump ini adalah head to head dengan China, kita tidak perlu masuk ke dalam kutub tersebut.

Menurut Didik, posisi politik seperti ini mengingatkan kita seperti Presiden Soekarno dalam semangat bandung, yang gegap gempita. Itu berpengaruh luar besar secara politik. Presiden Prabowo memiliki postur, karakter dan semangat yang menyerupai semangat Soekarno. Penampilan dan langkah politik, diplomasi, diplomasi ekonomi dalam situasi ekonomi terguncang seperti ini  perlu dilakukan mengingat akar masalah dari tarif Trump yang muncul di hadapan kita tidak lain adalah langkah politik murni. 

“Jadi, sangat naif jika kita hanya merespon dengan kebijakan ekonomi dimana menurut Menteri Keuangan asas hukum dan teori ekonomi sudah tidak berlaku lagi,” ujarnya.

Politik luar negeri ini juga mutlak harus ditumpangi dengan politik perdagangan, yang berorientasi di luar Amerika serikat di mana ada 88% ekspor kita.  Diplomasi politik ke kawasan-kawasan Asean, Asia Timur, India, Amerika latin adalah peluang baru dalam era baru ketika AS sudah kalah bersaing dengan China.  

“Kepanikan Trump hanyalah krisis transisi sejarah dimana kekuatan ekonomi yang bergeser dari Atlantik ke Pasifik,” ujarnya.

Editor : Boby

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut