JAKARTA, iNewsKarawang.id-Hari Tanpa Tembakau Sedunia atau World No Tobacco Day diperingati setiap tanggal 31 Mei.
Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI),Prof Tjandra Yoga Aditama mengungkap, setidaknya ada tiga tujuan dari diselenggarakannya Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Apa saja?
Pertama sebagai bentuk 'awareness' ke masyarakat global bahwa perlu ditingkatkan kembali pemahaman tentang dampak buruk kebiasaan merokok.
Kedua, adalah menggalakkan minat para perokok untuk berhenti merokok guna kesehatan dirinya dan orang sekitar.
Ketiga adalah melakukan kegiatan-kegiatan yang sesuai tema dan di tahun ini, tema yang dipilih adalah 'Lindungi Anak dari Campur Tangan Industri Produk Tembakau'. Tema tersebut dinilai tepat, terlebih baru-baru ini Kementerian Kesehatan mengeluarkan laporan bahwa perokok aktif Indonesia tembus 70 juta orang.
Angka yang sangat besar, itu kenapa Indonesia masuk dalam daftar negara dengan penduduk perokok terbanyak di dunia.
Nah, untuk melindungi generasi muda dari bahaya merokok (termasuk rokok elektronik), Prof Tjandra punya 10 hal yang bisa dilakukan oleh seluruh pihak, mulai dari pemerintah, keluarga, pihak sekolah, maupun pihak-pihak lainnya, diantaranya:
1. Memperluas kawasan tanpa merokok dan ini benar-benar perlu diterapkan secara maksimal.
"Jangan sampai di kawasan sekolah tidak boleh merokok, tapi di luar pagar sekolah ada penjual rokok dan anak-anak nongkrong di sana," kata Prof Tjandra pada MNC Portal, Jumat (31/5/2024).
2. Siswa dan mahasiswa juga dapat diminta untuk memotivasi orangtua, keluarga, dan lingkungannya untuk berhenti merokok.
3. Memasukkan dampak buruk bahaya merokok pada kurikulum sekolah dan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
4. Menyediakan layanan berhenti merokok yang luas, dengan berbagai cara yang mudah dijangkau.
5. Media sosial tentu amat penting. Akan menjadi lebih baik jika di Hari Tanpa Tembakau Sedunia ini diimbau kepada seluruh siswa dan mahasiswa memposting anjuran berhenti merokok di media sosial mereka masing-masing.
"Nah, yang paling banyak like-nya diberi kupon makan di kantin, misalnya," saran Prof Tjandra.
6. Masih berkaitan dengan media sosial, diperlukan upaya 'melawan' kegiatan pemasaran negatif dari industri tembakau yang mengeksploitasi platform digital untuk pemasaran ke generasi muda.
7. Memperketat aturan penjualan dan pemasaran produk rokok pada generasi muda.
8. Peningkatan cukai dan harga rokok.
9. Perluasan gambar atau peringatan di bungkus rokok.
10. Perlu adanya pengaturan ketat periklanan, promosi, dan sponsorship terkait di media sosial dan di media internet.
"Kita semua tentunya berharap agar sepuluh hal ini dapat masuk secara ketat dalam Peraturan Pemerintah yang sedang dibuat untuk pelaksanaan UU No. 17/2023 tentang Kesehatan," kata Prof Tjandra.
"Hanya dengan program pengendalian bahaya merokok yang sistematis, terukur, dan dengan peta jalan yang jelaslah, maka kita dapat mencapai derajat kesehatan yang diinginkan guna mencapai Indonesia Emas 2045." tuturnya.
Editor : Boby