get app
inews
Aa Read Next : Heboh! Gerombolan Monyet Turun Gunung di Kota Bandung, Ada Apa?

BNPB : 1.675 Kejadian Bencana Terjadi Sejak Awal 2023, Sebanyak 99,1% Hidrometeorologi

Minggu, 04 Juni 2023 | 10:47 WIB
header img
Letjen Suharyanto. (Foto: BNPB)

JAKARTA, iNewskarawang.id - Berdasarkan data yang dihimpun BNPB pada lima bulan awal tahun 2023 ini, sudah terjadi 1.675 kejadian bencana. Di mana 99,1% merupakan kejadian bencana akibat hidrometeorologi.

 

Demikian dikatakan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto dikutip dalam keterangan resminya, Minggu (4/6/2023).

 

"Data yang kami himpun dari 1 Januari hingga 31 Mei 2023 terdapat setidaknya 1.675 kejadian yang didominasi oleh bencana hidrometeorologi sebesar 99,1%, dengan rincian 92,5% adalah bencana hidrometeorologi basah dan 6,6% merupakan bencana hidrometeorologi kering, sisanya merupakan bencana geologi dan vulkanologi,” kata Suharyanto.

 

Suharyanto melanjutkan, saat ini perubahan iklim yang terjadi di dunia secara nyata telah meningkatkan potensi kejadian bencana. Hal itu diungkapkan saat memberikan sambutan pada Rapat Koordinasi Nasional Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU) yang dihelat di Pondok Pesantren Alhamidiah, Depok, Jawa Barat, kemarin.

 

“Perubahan iklim terbukti meningkatkan frekuensi kejadian bencana dengan sangat drastis dan lebih ekstrim,” ujar Suharyanto.

 

Suharyanto mengatakan jika melihat data bencana terkait iklim dengan dampak signifikan, di tingkat global khususnya sejak tahun 1961, tren kenaikan anomali suhu rata-rata global berbanding lurus dengan peningkatan frekuensi kejadian bencana.

 

"Hal yang sama dengan data bencana di Indonesia, tren kenaikan jumlah kejadian bencana alam dalam mengalami kenaikan hingga 82% jika dilihat dari tahun 2010 hingga 2022,” kata Suharyanto.

 

Sehingga, kata Suharyanto, benar adanya bahwa peningkatan anomali suhu rata-rata baik di tingkat global maupun nasional menyebabkan meningkatnya frekuensi kejadian bencana, terutama bencana hidrometeorologi.

 

"Untuk bencana hidrometeorologi basah, akar permasalahan yang utama adalah urbanisasi yang memberikan tekanan pada lingkungan di hilir, dan alih fungsi lahan baik secara sistematis maupun ilegal, yang mengurangi kapasitas daya serap, baik karbon maupun air mulai dari hulu hingga hilir,” paparnya.

Editor : Frizky Wibisono

Follow Berita iNews Karawang di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut