JAKARTA, iNewsKarawang.id - H.J. de Graaf dalam Malay Annal, menuliskan bahwa ketupat merupakan simbol perayaan Hari Raya Islam, pada masa pemerintahan Demak yang dipimpin Raden Patah awal abad ke-15.
De Graaf berhipotesis bahwa kulit ketupat yang dibuat dari janur memiliki tujuan untuk memperlihatkan identitas budaya pesisir yang kaya akan kelapa, seperti yang terjadi pada masa pemerintahan Demak yang dipimpin oleh Raden Patah pada awal abad ke-15.
De Graaf mengartikan bahwa warna kuning pada janur memiliki makna bahwa masyarakat pesisir Jawa pada masa itu berusaha membedakan warna hijau yang melambangkan Timur Tengah dan warna merah yang melambangkan Asia Timur.
Menurut cerita dalam Babad Tanah Jawi, Sunan Kalijaga dikenal sebagai tokoh yang memperkenalkan konsep dua kali Bakda kepada masyarakat Jawa, yaitu "Bakda Lebaran" dan "Bakda Kupat".
Terdapat pandangan lain yang menyatakan bahwa tradisi Lebaran Ketupat berasal dari kepercayaan masyarakat Jawa pada Dewi Sri, yang dianggap sebagai dewi pertanian dan kesuburan, pelindung kelahiran dan kehidupan, serta kekayaan dan kemakmuran. Dalam konteks ini, Lebaran Ketupat dianggap sebagai upacara untuk memohon berkat dan keberkahan dari Dewi Sri dalam usaha pertanian dan usaha lainnya yang berkaitan dengan kesuburan dan kehidupan.
Ia dewi tertinggi dan terpenting bagi masyarakat agraris. Dewi Sri dimuliakan sejak masa kerajaan kuno seperti Majapahit dan Pajajaran.
Bakda Kupat dimulai seminggu sesudah Lebaran. Pada hari yang disebut Bakda Kupat tersebut, di tanah Jawa waktu itu hampir setiap rumah terlihat menganyam ketupat dari daun kelapa muda.
Setelah sudah selesai dimasak, kupat tersebut diantarkan ke kerabat yang lebih tua, menjadi sebuah lambang kebersamaan.
Ketupat sering dihidangkan bersama opor ayam, sambal goreng ati, semur daging, dan beberapa makanan lainnya.
Ketupat memiliki beberapa arti.
Pertama, mencerminkan berbagai macam kesalahan manusia, dilihat dari rumitnya anyaman bungkus ketupat.
Kedua, mencerminkan kebersihan dan kesucian hati setelah mohon ampun dari segala kesalahan, dilihat dari warna putih ketupat jika dibelah dua.
Ketiga mencerminkan kesempurnaan, jika dilihat dari bentuk ketupat. Semua itu dihubungkan dengan kemenangan umat Muslim setelah sebulan berpuasa dan akhirnya menginjak hari yang fitri
Menurut cerita, tradisi ketupat Lebaran memiliki simbolisme dari bahasa Jawa, yaitu ku = ngaku (mengakui) dan pat = lepat (kesalahan), yang dipakai oleh Sunan Kalijaga dalam menyampaikan ajaran Islam di Pulau Jawa yang pada saat itu banyak masyarakatnya yang masih mempercayai kesakralan kupat.
Ngaku lepat artinya mengakui kesalahan. Ngaku lepat ini merupakan tradisi sungkeman yang menjadi implementasi mengakui kesalahan (ngaku lepat) bagi orang Jawa. Prosesi sungkeman yakni bersimpuh di hadapan orang tua seraya memohon ampun.
Laku papat artinya empat tindakan dalam perayaan lebaran. Empat tindakan tersebut adalah lebaran, luberan, leburan, dan laburan. Arti dari masing-masing kata ini adalah:
Leburan memiliki makna habis dan melebur. Maksudnya saat lebaran, dosa dan kesalahan kamu akan melebur habis. Karena setiap umat Islam dituntut untuk saling memaafkan satu sama lain.
Sementara itu, "laburan" di sini merujuk pada kata "labor" atau "kapur". Kapur merupakan zat yang sering digunakan sebagai bahan penjernih air maupun pemutih dinding. Dalam konteks Lebaran Ketupat, kapur dianggap sebagai simbol untuk mengajarkan manusia agar senantiasa menjaga kesucian lahir dan batin satu sama lain.
Editor : Boby