Ini bukan sekadar proyek rehabilitasi. Ia lebih menyerupai ritual penebusan, upaya kolektif untuk mengakui kesalahan dan menebusnya dengan kesabaran. Akademisi, nelayan, pemerintah, dan warga pesisir duduk bersama, menjahit robekan sejarah laut yang pernah mereka rusak.
Hasilnya tak kecil, lebih dari 400 bibit karang ditanam, dengan tingkat keberhasilan hidup mencapai 90 persen. Di laut keruh yang dulu dianggap mustahil, kehidupan baru justru menemukan pijakan.
"Projek ini untuk masa depan, untuk anak cucu kita, ini harus kita rawat dengan hati,"tururnya.
Paranje: Filsafat Sebuah Rumah
Di tengah strategi rehabilitasi, lahirlah sebuah inovasi bernama Paranje, sebuah struktur beton berbentuk kurungan ayam berkaki tiga. Ia kokoh menahan ombak, dan rongganya menjadi ruang teduh bagi ikan-ikan kembali bermain.
“Butuh hampir sebulan membuat satu modul paranje,” jelas Ahmad Salman Alfarisi, Associate Monitoring Pemulihan Environmental PHE ONWJ.
Hingga akhir 2024, tercatat 770 paranje telah ditenggelamkan, menumbuhkan 3.479 fragmen karang dan memanggil pulang hampir 950 ekor ikan.
Jika manusia membutuhkan rumah untuk merasa aman, laut pun ternyata membutuhkan arsitektur kasih sayang. Paranje adalah rumah baru, tetapi juga metafora bahwa setiap makhluk hidup hanya bisa bertahan bila ada ruang untuk kembali.
Dari Dosa ke Tebusan
Di daratan, perubahan tak kalah dramatis. Nurhasan, Plt Kepala Desa Sukakerta, menyaksikan warganya berubah arah.
Editor : Frizky Wibisono
Artikel Terkait