JENEWA, iNewsKarawang.id - Pada 2022, UNESCO menyebutkan sebanyak 86 jurnalis dan pekerja media dari seluruh dunia terbunuh.
Menurut UNESCO, angka ini setara dengan satu orang terbunuh per empat hari, yang menunjukkan peningkatan 50 persen dibanding 2021.
UNESCO diberi mandat untuk memastikan kebebasan berekspresi dan keamanan jurnalis secara global. Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu mengatakan laporan tersebut menyoroti risiko besar dan kerentanan yang dihadapi jurnalis dalam pekerjaan mereka.
Menurut data Press Emblem Campaign (PEC), jumlah korban yang dirilis UNESCO itu lebih sedikit dibanding jumlah jurnalis yang dilaporkan tewas.
Pada 14 Desember tahun lalu, organisasi kebebasan pers yang bermarkas di Jenewa, Swiss itu mengatakan ada 115 orang tewas pada 2022, yakni meningkat 45 persen dibanding tahun sebelumnya sekaligus menjadi jumlah korban terbanyak sejak 2018.
“Setelah beberapa tahun mengalami penurunan, peningkatan tajam jumlah jurnalis yang terbunuh pada 2022 mengkhawatirkan,” kata Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay, dikutip Antara.
Amerika Latin dan Karibia menjadi wilayah paling mematikan bagi jurnalis pada 2022, dengan 44 pembunuhan atau lebih dari setengah jumlah korban di seluruh dunia.
Asia dan Pasifik mencatat 16 pembunuhan, sedangkan 11 jurnalis tewas di Eropa Timur.
Meksiko menjadi negara yang mencatat kasus pembunuhan jurnalis paling banyak dengan 19 pembunuhan, Ukraina 10 pembunuhan, dan Haiti dengan 9 pembunuhan.
UNESCO melaporkan bahwa setengah dari jumlah jurnalis yang terbunuh pada 2022 itu justru terjadi ketika mereka sedang tidak bertugas. Para pekerja media itu dibunuh saat bepergian, di rumah mereka atau di tempat parkir dan tempat umum lainnya.
Kecenderungan tersebut menyiratkan bahwa tidak ada ruang aman bagi jurnalis bahkan saat waktu luang mereka.
Sementara jumlah jurnalis yang terbunuh di negara-negara konflik naik dari 20 orang pada 2021 menjadi 23 orang pada 2022.
Para jurnalis dibunuh karena berbagai alasan, termasuk pembalasan karena melaporkan kejahatan terorganisir, konflik bersenjata atau munculnya ekstremisme dan melakukan peliputan subjek sensitif seperti kasus korupsi, kejahatan lingkungan, penyalahgunaan kekuasaan, dan aksi protes.
Selain pembunuhan, jurnalis juga menghadapi beragam ancaman disertai kekerasan, mulai dari penghilangan paksa, penculikan, penahanan sewenang-wenang, dan kekerasan digital terutama kepada jurnalis perempuan.
Editor : Boby
Artikel Terkait