JAKARTA, iNewsKarawang. id-Terkait Asumsi Ekonomi Makro 2025, Pertumbuhan ekonomi 2025 terus akan dipengaruhi oleh faktor global maupun domestik.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyampaikan hal itu dalam Rapat Paripurna DPR RI untuk menanggapi pandangan fraksi PDIP, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Nasdem, PKB, Partai Demokrat, PKS, PAN, dan PPP terkait Asumsi Ekonomi Makro 2025.
Menurut Sri Mulyani hari ini merupakan tindak lanjut Rapat Paripurna bersama DPR RI guna membahas kerangka Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025. Adapun seluruh fraksi DPR saat itu menyetujui Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) RAPBN 2025 tersebut.
"Dari sisi permintaan agregat yang menentukan pertumbuhan ekonomi, pemerintah terus berupaya menjaga dan meningkatkan daya beli serta kesejahteraan masyarakat melalui berbagai kebijakan baik di bidang fiskal maupun di bidang sektoral. Konsumsi rumah tangga dalam 10 tahun terakhir berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional sebesar sekitar 55%," kata Sri Mulyani, Selasa (4/6/2024).
Untuk tahun 2025, lanjut Bendahara Negara, konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh pada kisaran 5-5,2%. Hal ini didukung oleh terus dijaganya daya beli masyarakat melalui pengendalian inflasi.
Dari sisi investasi yang merupakan kontributor terbesar kedua yaitu 32% dari total pertumbuhan Indonesia, terus ditingkatkan kontribusinya sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi.
"Namun kita memahami pergerakan suku bunga global higher for longer, ketegangan geopolitik yang menimbulkan fragmentasi investasi dan perdagangan, dan berbagai potensi disrupsi termasuk climate change tentu akan mempengaruhi aktivitas investasi pada tahun 2025. Yang menurut kami pertumbuhannya ada pada kisaran 5,2 hingga 5,9%," jelas Sri Mulyani.
Dari sisi eksternal, kontribusi ekspor terhadap PDB di dalam satu dekade terakhir rata-rata adalah 21% per tahun, sementara import 20% per tahun, sehingga net export yaitu ekspor dikurangi impor berkontribusi 1% pada perekonomian nasional.
"Kedepan ekspor akan sangat dipengaruhi outlook dari perekonomian global, terutama perekonomian di RRT yang terus mengalami perubahan struktural dan perekonomian di AS dan Eropa yang memiliki dinamika tersendiri," katanya.
Adapun menurut Sri Mulyani, outlook perekonomian global tahun 2024 dan 2025 ini berdasarkan rilis IMF bulan April 2024 adalah dalam kondisi stagnan 3,2%.
Dengan mempertimbangkan kinerja historis dan kondisi global, ekspor diperkirakan akan tumbuh antara 5-5,7%, sementara import antara 4,3-4,9%. Agregat demand atau permintaan agregat lain adalah peranan pemerintah di dalam produk domestik bruto, dalam bentuk konsumsi pemerintah dan juga dalam investasi. Dengan defisit APBN yang dirancang antara 2,45-2,82%, konsumsi pemerintah dan investasi pemerintah diperkirakan tumbuh pada kisaran 4,7-5,2%.
Dengan berbagai faktor dan dinamika tersebut, pertumbuhan PDB pada tahun 2025 diperkirakan pada kisaran 5,1-5,5%. Hal ini merupakan sebuah range pertumbuhan yang cukup ambisius namun tetap realistis.
"Kami sangat menyadari bahwa untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2025, diperlukan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi antara 6 hingga 8% dengan kualitas dan inklusivitas yang perlu terus diperbaiki," ungkap Sri Mulyani
Untuk mencapai pertumbuhan tinggi, kontribusi dari produktivitas harus dan wajib ditingkatkan. Hal ini bisa diperoleh melalui investasi sumber daya manusia dan transformasi ekonomi agar menciptakan nilai tambah yang semakin tinggi di dalam perekonomian nasional.
Dengan demikian, program perbaikan sumber daya manusia termasuk melalui program makanan bergizi dan perbaikan reformasi kesehatan, perbaikan kualitas pendidikan serta penyempurnaan jaring pengaman sosial menjadi sangat penting dalam meningkatkan produktivitas sumber daya manusia Indonesia.
Apabila kita belajar dari negara-negara yang berhasil menjadi negara maju dan bisa menghindar dari middle income trap seperti Korea Selatan, maka diperlukan produktivitas tinggi yang konsisten. Dalam 15 tahun menuju negara maju, investasi dan peranan sektor manufaktur di Korea Selatan tumbuh di atas 10% setiap tahunnya. Demikian juga dengan pengalaman Taiwan," jelas dia.
Untuk menjadi negara maju, investasi bahkan tumbuh 20% dan sektor manufaktur tumbuh di atas 8%. Hal ini menunjukkan selain kualitas dan produktivitas dari sumber daya manusia, maka perbaikan iklim investasi untuk meningkatkan peranan investasi dan pertumbuhan sektor manufaktur menjadi sangat kunci bagi perjalanan menuju Indonesia Emas.
"Pimpinan dan para anggota dewan yang terhormat, inflasi menjadi salah satu kunci untuk menjaga daya beli masyarakat dan menjaga tren pertumbuhan ekonomi." tutur Sri Mulyani.
Inflasi yang dijaga pada level 1,5% hingga 3,5% di tengah inflasi global yang melonjak tinggi dan belum kembali ke periode pra-pandemi merupakan sebuah tantangan dan komitmen untuk menjaga stabilitas yang tidak mudah.
Dengan adanya biaya bagi negara-negara maju meningkatkan suku bunga melalui kebijakan higher for longer, menciptakan capital outflow dan menciptakan tekanan pada nilai tukar. Hal ini menciptakan risiko imported inflation yang harus terus diantisipasi dan dikoordinasikan antara pemerintah dan bank sentral.
Di sisi lain, tren kemiskinan diharap akan terus semakin menurun dengan ketimpangan yang harus terus diturunkan. Didukung dengan hilirisasi yang juga menciptakan sumber pertumbuhan yang baru, baik secara spasial maupun sektoral. Manufaktur dengan teknologi tinggi akan meningkatkan pendapatan para pekerja.
Di dalam KEM-PPKF, pemerintah mendorong urgensi perbaikan kualitas SDM, termasuk melalui berbagai program pelatihan link and match dunia usaha dengan dunia pendidikan. Kesejahteraan rakyat perlu ditopang dengan komitmen stabilitas harga sehingga inflasi terus terjaga rendah dan daya beli masyarakat yang terus meningkat.
"Dari sisi pasar uang, nilai tukar dan yield dari bond atau surat berharga negara menjadi faktor yang menentukan APBN," tegas Sri Mulyani.
Koordinasi fiskal dan moneter terus dijaga dan diperkuat di dalam guncangan dinamika global yang luar biasa tinggi untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan yield dalam lingkungan higher for longer. Koordinasi antara Bank Indonesia dengan pemerintah diwujudkan juga melalui berbagai program bersama seperti menjaga inflasi. Pemerintah dan Bank Indonesia sangat menyadari pentingnya untuk menghindarkan terjadinya crowding out effect.
Keseimbangan antara pricing dari yield SBN yang cukup menarik namun pada saat yang sama menjaga biaya hutang atau cost of fund menjadi sangat-sangat penting. Hal ini juga ditunjukkan bahwa makin besar investor surat berharga negara adalah investor dalam negeri. 14% investor SBN adalah investor global.
"Ini jauh menurun dari 10 tahun yang lalu di mana 40% investor SBN adalah investor global. Meskipun demikian pasar surat berharga negara tetap dipengaruhi oleh sentimen global dan kebijakan dari negara-negara maju. Karena suku bunga relatif antara SBN Indonesia dengan SBN negara-negara maju menjadi salah satu faktor menentukan daya tarik," jelasnya.
Editor : Boby