JAKARTA, iNewskarawang.id - Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di lokasi Banten Girang pada 1988 melalui program Ekskavasi Franco Indonesia mulai terkuak sejarah Banten.
Hasil penelitian tersebut mengungkap, untuk mencapai Banten Girang dapat ditempuh melalui jalan ke arah Pandeglang sampai di Desa Sempu kemudian melewati jalan sekitar seratus meter menyeberangi Sungai Cibanten, di seberang sungai inilah terdapat situs Banten Girang.
Juru kunci petilasan Banten Girang yang terdapat makam Mas Jong dan Agus Jo, Abdu Hasan menuturkan, dari penelitian ini, dapat dipastikan jika keberadaan Banten ternyata jauh lebih awal dari perkiraan semula dengan ditemukannya bukti baru bahwa Banten sudah ada di awal abad ke 11 – 12 Masehi.
Walaupun dengan keterbatasan penelitian, namun banyak bukti baru yang ditemukan.
Termasuk bukti jika lokasi awal dari Banten tidak berada di pesisir pantai, melainkan sekitar 10 Kilometer masuk ke daratan, di tepi sungai Cibanten, di bagian selatan dari Kota Serang sekarang ini. Wilayah ini dikenal dengan nama “Banten Girang” atau Banten di atas sungai, nama ini diberikan berdasarkan posisi geografisnya.
Di Banten Girang terdapat makam Ki Mas Jong dan Agus Ju. Menurut sejarah, Ki Mas Jong dan Agus Ju adalah kakak adik yang pertama masuk Islam dari penduduk Banten Girang dan menjadi pengikut setia Sultan Islam pertama Sultan Hasanuddin. Makam ini terletak di Desa Karundang (Sempu) Kecamatan Cipocok Jaya, Kota Serang.
Peziarah makam Ki Mas Jong lebih banyak orang yang ingin karier dan jabatannya mulus di kantornya. Mereka biasanya mencari wangsit di makam ini sampai pagi. Hal ini karena Ki Mas Jong dikenal sebagai Patih Raja Pucuk Umum,” terang Abdu.
Selain itu banyak pula jawara yang ziarah ke makam Ki Mas Jong. Mereka diceritakan sebagai jawara pada masanya. Kepahlawan mereka dalam membela rakyat miskin sering jadi referensi masyarakat tentang jawara yang sebenarnya. Mereka itu dimitoskan masyarakat sebagai orang yang memiliki kadigdayaan yang luar biasa.
Keberadaan makam itu tak lepas dari seorang ulama yang sekarang dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati, penduduk asli Pasai, bagian utara Sumatera setelah tinggal beberapa lama di Makkah dan Demak, pada saat itu telah menetap di Banten Girang, dengan tujuan utama untuk menyebarkan ajaran agama Islam.
Walaupun pada awalnya kedatangannya diterima dengan baik oleh otoritas setempat, tetapi Ia tetap meminta Demak mengirimkan pasukan untuk menguasai Banten ketika ia menilai waktunya tepat. Dan adalah puteranya, Hasanudin, yang memimpin operasi militer di Banten untuk menaklukkan Prabu Pucuk Umum.
Terkait dengan kekalahan Prabu Pucuk Umun oleh Maulana Hasanudin, dikatakan Abdu Hasan terdapat sebuah mitos yang diceritakan secara lisan dari satu generasi ke generasi lain. Cerita itu oleh masyarakat Lebak dikenal dengan nama tubuy yang merupakan cerita pantun yang dituturkan secara lisan.
Isi cerita ini mengacu kepada nama tempat yang sangat dikeramatkan di Banten Selatan dan dipergunakan untuk memperingati peristiwa kekalahan Prabu Pucuk Umun oleh Maulana Hasanudin. Menurut cerita ini, Prabu Pucuk Umun merupakan wakil Raja Sunda untuk daerah Banten dan leluhur para puun suku Baduy.
Dikisahkan dalam cerita tubuy, Maulana Hasanudin merupakan putra sulung Sunan Gunung Jati yang datang ke Banten untuk mengislamkan wilayah barat Kerajaan Sunda. Dalam melaksanakan tugasnya itu, Maulana Hasanudin disertai oleh dua orang pembantunya yang bernama Agus Jo dan Mas Jong.
Upaya mengislamkan Prabu Pucuk Umun tidak dapat dilakukan oleh Maulana Hasanudin secara langsung melainkan harus melalui pertarungan di antara keduanya.
Adu kesaktian ini dilakukan karena Prabu Pucuk Umun hanya bersedia memeluk Islam kalau kesaktiannya dikalahkan oleh kesaktian Maulana Hasanudin. Jenis pertandingan yang disepakati oleh kedua orang yang sama-sama sakti ini adalah mengadu ayam.
Editor : Frizky Wibisono
Artikel Terkait