“Monopoli kewenangan selalu menghasilkan perilaku koruptif karena tidak pengawasan dan check-balance. Ini merusak institusi OJK itu sendiri dengan surplus kekuasaan yang diberikan," tambah Arjuna.
Arjuna juga menyatakan OJK bukanlah lembaga penegak hukum sehingga tidak bisa ditetapkan menjadi satu-satunya lembaga yang bisa melakukan penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan. Artinya menurut Arjuna pasal 49 ayat 5 UU PPSK bukan saja bertentangan dengan KUHAP, namun juga berpotensi merusak tatanan hukum nasional dan saling bertabrakan dengan tugas penegak hukum.
“Pasal 49 ayat 5 UU PPSK ini bukan hanya bertentangan dengan KUHAP. Melainkan juga berpotensi merusak tatanan hukum nasional. Ini OJK bukan penegak hukum, namun diberikan kewenangan tunggal soal penyidikan. Bias dan menabrak aturan lain."
Selain itu, Arjuna juga menyampaikan OJK tidak memiliki kapasitas baik secara kelembagaan maupun secara yuridis-formil untuk menjadi penyidik tunggal tindak pidana di sektor keuangan.
“Dalam implementasi OJK akan mengalami banyak kesulitan dan keterbatasan. Untuk itu, OJK tidak bisa bekerja sendiri dalam melakukan penyidikan, tetap membutuhkan peran stakeholder yang lain," tutupnya.
Editor : Boby
Artikel Terkait